Oleh: Alex Palit
Indah nian, begitu tulis saya ketika memposting bambu ini di akun fesbuk saya.
Selain dijempoli dan sejumlah komentar, bambu ini mendapat respon dari pengaji ilmu pring-deling Umi Badriyah, menyebut nama bambu ini “Bambu Petuk Jalu Tumpang Raga”(BPJTR).
Di kalangan kolektor dan pemburu bambu unik, jenis bambu petuk ini menjadi primadona. Selain sulit dan langka, ada yang meyakini bahwa bambu petuk jalu ini memiliki tuah berupa energi alami bawaan alam sesuai karakter bambu uniknya. Tak heran bila bambu petuk jalu ini tergolong masuk salah satu jenis bambu unik yang banyak dicari.
Selain memiliki keunikan tersendiri yang khas dari bentuknya atau tuah alaminya. Bagi pengaji ilmu pring-deling, seperti Umi Badriyah, BPJTR ini menyimpan dan memiliki nilai filosofi.
Menurut pengaji pring-deling Umi Badriyah, simbol pada deling BPJTR diartikan sebagai pengendalian raga atau menaiki raga. Di mana dalam raga itu sendiri terdiri dari 4 unsur elemen alam yaitu api, angin, air, tanah, beserta sifatnya.
Semua itu berkaitan erat tentang sedulur 4 (empat), 5 (lima) pancer, terdiri darah, kawah, pusat plasenta, ari-ari, sedang kelimanya yang diri sejati kita yaitu sukma.
“Adapun pengertian sedulur papat, limo pancer adalah pendamping kita. Jarang sekali manusia bisa menemuinya, walau mereka orang spiritual,” jelas Umi.
Pancer sukma dominan ke unsur duniawi, akal, ego dan lain-lannya, tapi saudara 4 gaib kita dominan ke kerohanian. Cara membangkitkan atau berinteraksinya yaitu dengan jalan tafakur, merenung, merasakan rasa sejati naluri, mempertajam firasat, mimpi, ilham, dan lain-lainnya, dan tidak mengandalkan akal semata.
Anak kecil adalah contoh bersatunya unsur tersebut, jelasnya. Kenapa, sebab orang dewasa sudah tercemari urusan duniawi, dan tak peka lagi dengen bisikan-bisikan pendamping kita.
Mengapa anak kecil sangat suka main air, api, meniup-niup angin, dan juga main tanah sampai ada yg di makan, sebab mereka ingin mencari jatidirinya.
Anak kecil mampu merasakan energi negatif dalam radios 500 meter persegi, dan juga mampu melihat ghoib. Intinya semua manusia sudah di bekali hal-hal tersebut oleh Alloh SWT, cuma kita mau atau tidak mengoprasionalkannya.
Seperti fitrah jatidiri kita yang sebenarnya. Jangan cuma mengandalkan rasio akal fikiran semata yang menyebabkan sifat egois takabur, keakuan semata, tapi juga harus mampu membangkitkan sedulur kita yang bersifat hati nurani, dan kerohanian. Semua harus selaras seimbang, kalau mau jadi manusia yang sebenarnya.
“Itulah simbol tumpang raga,” papar Umi Badriyah.