PENULIS: (PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI)
TRIBUNNERS - Untuk kesekian kalinya Presiden Jokowi terjebak dalam isu salah urus dalam persoalan administrasi dalam kaitan tugasnya sebagai seorang Presiden.
Terakhir tentang pelantikan disertai dengan pengangkatan sumpah jabatan Archandra sebagai Menteri ESDM yang kemudian baru diketahui berkewarganegaraan ganda atau berkewarganegaraan AS.
Sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dari negara yang usia pemerintahannya sudah 70 tahun, dimana Jokowi merupakan Presiden RI yang ke VI, maka sulit diterima akal sehat apabila seorang Presiden di era yang serba moderen, terjebak dalam sebuah peristiwa mal administrasi yang bersifat fatal dan memalukan.
Publik tentu tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, kecuali Presiden Jokowi sendiri, karena Presiden Jokowi harus dianggap tidak cermat, tidak teliti dan tidak hati-hati megelola administrasi Kepresidenan untuk hal-hal yang sangat-sangat penting.
Presiden Jokowi tidak boleh dengan gampang menyatakan hanya percaya saja kepada timnya di lingkaran istana ( Mensesneg, Meneseskab dan Kepala Staf Kepresidanan), karena selain mereka adalah-orang baru dan belum berpengalaman, juga bisa saja mereka membiarkan kesalahan itu berlalu untuk menjebak Presiden.
Tentu saja lantaran mereka punya agenda terselubung yang Presiden Jokowi sendiri tidak tahu.
Sekarang Presiden Jokowi disebut-sebut sedang mempersiapkan untuk mengangkat kembali Archandra menjadi Menteri ESDM, dengan alasan persoalan kewarganegaraannya sudah diproses kembalikan menjadi satu kewarganegaraan yaitu kewarganegaraan Indonesia.
Terhadap rencana ini, Presiden Jokowi menuai pro dan kontra bahkan resistensi dari berbagi pihak yang menolak rencana Presiden Jokowi mengangkat kembali Archandra sebagai Menteri ESDM, dengan alasan kewarganegaraan Archandra sudah dikembalikan menjadi warga negara Indonesia saja.
Begitu mudahkah seseorang Warga Negara Indonesia yang terbukti memiliki kewarganegaraan ganda yaitu Amerika, diangkat jadi Menteri ESDM, diberhentikan karena terbukti berkewarganegaraan ganda, lantas hanya dalam waktu singkat mau diangkat kembali untuk jabatan dan pos yang sama.
Ini akan menjadi sebuah anomali dalam praktek ketatanegaraan dan sekaligus sebuah administrasi ketatanegaraan yang buruk.
Padahal ini adalah persoalan administrasi negara di pucuk pimpinan Negara yaitu Lembaga Kepresidenan, bukan di tingkat RT, RW, Kelurahan atau tingkat Kegubernuran, sehingga cukup ditambal sulam dengan tipex.
Ini akan menjadi preseden buruk, apabila Presiden Jokowi menjadikan persoalan mal adminisrrasi di lingkungan Istana Kepresidenan sebagai hal biasa, hal reme-temeh dan bahkan menjadi persoalan oraopo-opo tanpa mengoreksi dan memberi sanksi kepada pihak yang bertanggung jawab.
Dalam kasus Archandra Tara, seharusnya Presiden Jokowi memerintahkan Jakasa Agung atau Kapolri untuk mengusut apakah ada motif politik dibalik jebakan yang membuat Presiden Jokowi salah menandatangi sebuah Keputusan Presiden dalam mengangkat seorang Menteri.
Bahkan termasuk pengusutan soal mengapa Archandra Tara tidak jujur dalam menjelaskan persoalan kewarganegaraan ketika diminta menjadi Menteri ESDM.
Atau apakah lolosnya Archandra Tara dengan dwi kewarganegaraannya diangkat menjadi Menteri ESDM dianggap sebagai bagian dari kehebatan Archandra dalam bidang ilmunya, sehingga menjadi faktor pemaaf dan/atau pembenar dalam semua tindakannya, lantaran negara sangat membutuhkan keahliannya.
Karena itu Presiden Jokowi, tidak boleh terjebak dua kali dalam kesalahan yang sama yaitu menutupi sebuah kesalahan dengan membuat kesalahan baru, yaitu mengangkat kembali Archandra Tara sebagai Menteri ESDM, tanpa ada yang dimintakan pertanggung jawaban secara administrasi pemerintahan maupun secara pidana.