Ditulis oleh : Bustamin, Mahasiswa Magister Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang
TRIBUNNERS - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahap kedua dilaksanakan tahun 2017 mendatang, akan diikuti 101 daerah seluruh penjuru Indonesia, termasuk Kota Pekanbaru. Pilkada merupakan sebuah kontestasi rakyat lima tahunan dalam mencari pemimpin-pemimpin baru, karena demokrasi ialah pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat begitulah kata Abraham Lincoln.
Sebuah kontestasi seyogyanya melahirkan output yang maksimal sebab namanya pesta sudah barang tentu membutuhkan tenaga, waktu dan biaya yang cukup besar dalam rangka menjalani proses-proses ritual yang bersandar pada azas-azas mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemilu, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas sebagaimana pernyataan Undang-undang No. 31 tahun 2008.
Jadi esensi pilkada adalah melahirkan pemimpin-pemimpin pilihan rakyat, yang peduli dengan rakyat yaitu terwujud dalam kinerjanya dapat mengatasi segala problematika- problematika yang terjadi di masyarakat, dengan melakukan suatu inovasi dan kreatifitas dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sehingga apa yang diharapkan rakyat dapat terselesaikan, yang pada akhirnya terciptalah welfare state.
Pernyataan-pernyataan normatif Pilkada di atas adalah sebuah keniscayaan yang harus diwujudkan dalam realitas dan memang bisa diwujudkan. Kita lihat di beberapa daerah di Indonesia telah melahirkan pemimpin-pemimpin berprestasi contohnya, di DKI Jakarta ada Ahok, Risma di Surabaya, Bayuwangi ada Abdullah Aswar Anas, Ridwan Kamil di Bandung, Sulawesi Selatan tepatnya di Bantaeng ada Nurdin Abdullah dan lainnya di Indonesia.
Pertanyaan kemudian muncul bagaimana dengan Pekanbaru Kota Bertuah, dapatkah melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang berkualitas dalam kontestasi demokrasi 2017 mendatang?
Jawabannya dipending setelah kontestasi tersebut. Akan tetapi indikator variable-variabel sudah dapat kita analisa dengan munculnya beberapa calon putra/putri terbaik Riau yang mendaftarkan diri ke KPU Pekanbaru, baik memalui jalur partai maupun jalur perseorangan.
Berdasarkan data KPU Pekanbaru sudah ada lima pasang calon yang mendaftar untuk memperebutkan pekanbaru satu yaitu, 1. Ramli Walid – Irvan Herman ( Golkar, PKB, PAN, Hanura, Nasdem, PBB & PKPI ), 2. Firdaus – Ayat Cahyadi ( Demokrat, Gerindra & PKS), 3. Dastrayani Bibra – Said Usman ( PDIP & PPP), 4. Dr. Syahril – Said M Johrin ( Independen ), 5. Herman Nazar – Devi Warman (Independen).
Kendatipun demikian, kelima pasang calon di atas masi dalam proses verifikasi oleh KPU Pekanbaru. Akan tetapi dengan banyaknya muncul calon-calon pemimpin walikota tersebut, memberikan gambaran bahwa regenerasi dan kaderisasi telah berjalan.
Beriringan dengan munculnya Pasangan Calon (Paslon) tersebut di atas, maka proses marketing politik pun telah berjalan, penulis mengutip perkataan Firmanzah, dalam tulisan (Chaidir, riaupos.co ) Seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai politik) dalam memasarkan inisiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi politik, karakteristik pemimpin dan program kerja kepada masyarakat.
Sebagai marketing yang professional dan bededikasi tinggi sudah barang tentu tidak akan menjual produk-produk rongsokan, kualitas barang bener-bener terjaga (original) dan apalagi sampai menipu konsumen karena pelanggan baginya adalah raja.
Pertayaannya kemudian Bagaimana dengan paslon Wali Kota Pekanbaru, apakah marketing politik sudah berjalan? Ya marketing politiknya pasti sudah berjalan, benih-benih program sudah mulai ditabur, meskipun sebatas pengenalan karena kampanye resmi dari KPU masi beberapa bulan kedepan.
Janji- janji manis sudah mulai menghiasi ruang publik, mulai warung kopi tukang becak sampai warung kopi pejabat (starbuck), masyarakat biasa, mahasiswa, akademisi, birokrasi dan lainnya sedikit banyaknya sudah bicara dan mulai melirik sosok jagoannya. Yaa semoga saja dengan menanam pohon janji manis akan berbuah manis bukan buah asem apalagi pahit untuk masyarakat.
Lantas kemudian siapa yang seharusnya dijadikan Role Model bagi calon-calon pemimpin negeri ini? Agar pemimpin sebagai penebar cinta bukan penebar janji-janji belaka.
Seyogyanya kita mempertimbangkan penelitian Michael H. Hart, penulis seratus tokoh paling berbengaruh sepanjang sejarah dunia yaitu menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan pertama.
Kemudian ditambah pendapat Thomas Carlyle dalam bukunya On Horeos and Hero Worship mengatakan, “Dia datang seperti sepercik sinar dari langit, jatuh ke padang pasir yang tandus, kemudian meledakkan butir-butir debu menjadi mesiu yang membakar angkasa sejak Delhi hingga Granada."
Kedua tokoh tersebut sangat mengagumi Nabi Muhammad sebagai tokoh yang memiliki pengaruh yang patut di jadikan sebagai Role Model.
Lantas bagaimana dengan calon-calon pemimpin Pekanbaru sebagai kota yang masyarakatnya 84,8% Islam, dapat meneladani konsep kepememimpinan Nabi Muhammad dengan segala krateristiknya yakni, siddiq, amanah, tabligh dan fathonah.