TRIBUNNERS– Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Moeldoko menyoroti kondisi pertanian Indonesia yang semakin tidak menjanjikan.
Menurutnya, hal itu terjadi karena minat generasi muda berkecimpung di dunia pertanian semakin minim.
Dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada Tribunnews.com, Moeldoko saat menjadi menjadi pembicara dalam Forum Kepemimpinan Pertanian : Membangun Cinta Generasi Muda terhadap Pertanian Indonesia" di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Sabtu (29/10) mengatakan," "Ini karena kondisi pertanian kita kurang menjanjikan. Kalau kita coba dari kondisi yang kurang menjanjikan menjadi menjanjikan, maka saya pastikan banyak yang akan bergabung dengan kita (petani)."
Selama ini, generasi muda lebih tertarik bekerja di luar pertanian. Padahal, generasi muda memiliki peranan penting untuk memajukan sektor pertanian tanah air.
Salah satunya ialah sarjana maupun lulusan sekolah kejuruan yang bisa melakukan pendampingan untuk mengembangkan pertanian.
"Dia (pendamping) saya beri tanggung jawab untuk mendampingi petani (dengan luas lahan) 30 hektare. Itu gajinya kurang lebih Rp5 juta dalam satu bulan, cukup menjanjikan," kata pemimpin M Foundation itu.
Melalui yayasan itu, Moeldoko aktif mencari mahasiswa yang mau berkecimpung di dunia pertanian. Dia juga menggelar pesta petani muda (Pestani) 2010-2011. Program itu melibatkan lebih dari dua ribu petani muda dengan usia maksimal 30 tahun.
Namun, peran pemerintah juga harus dimaksimalkan. Selama ini, usaha pemerintah menarik minat generasi muda untuk menekuni pertanian sudah cukup kuat. Sayangnya, konsentrasi pemerintah masih kurang.
Hal itu terlihat dari banyaknya kebijakan yang belum bersinggungan langsung dengan kesejahteraan petani. "Kalau itu terjadi, maka pasti keikutsertaan anak-anak kita menjadi semakin sepi," katanya.
Selama ini, Moeldoko gencar melakukan upaya meningkatkan produksi petani dari 4-5 ton per hektare menjadi minimum 8-10 ton per hektare.
Selain itu, produk yang dikembangkan adalah organik sehingga generasi ke depan menjadi sehat.
Menurut dia, lahan pertanian di Indonesia semakin sempit dan kondisinya sudah jenuh atau rusak akibat penggunaan urea serta pestisida yang berlebihan.
"Pemerintah memang sedang bekerja meningkatkan jumlah keluasan lahan tetapi itu bukan jawaban satu-satunya. Jawaban yang lebih tepat adalah bagaimana meningkatkan produktivitas," kata peraih bintang Adhi Makayasa 1981 itu.
Ia menegaskan produtivitas merupakan jawaban yang harus dilakukan dan pihaknya sedang bekerja bersama Kementerian Pertanian untuk melangkah ke hal itu.
Dalam paparannya, Moeldoko tak melulu membahasnya dengan hal teknis. Dia juga menyelipkan sejarah, baik dari perubahan zaman hingga lirik lagu milik Koes Plus.
Moeldoko memulainya dengan mengutip lagu Kolam Susu milik Koes Plus. Salah satu lirik penting adalah: tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Lirik itu mengandung pesan bahwa Indonesia memiliki tanah yang sangat subur sehingga layak ditanami berbagai tanaman.
Moeldoko juga menyinggung tentang politik tanah dan air era Majapahit pada abad 14 dan 15 Masehi.
“Politik saat itu sanggup menarik kedatangan para pedagang dari berbagai wilayah. Di antaranya Kamboja, Tiongkok dan Siam,” kata Moeldoko.
Dia juga membeberkan tentang politik jaminan kebutuhan dasar. “Politik ini percaya bahwa tugas utama para pemimpin adalah memastikan sejumlah kebutuhan dasar untuk bertunas dan berkembang,” ujar Moeldoko.
Data Global Food Security Index 2016 menunjukkan, Indonesia berada di posisi 71 dari 113 negara. Impor bahan pangan Indonesia pada 2016 di antaranya adalah beras, jagung, gandum dan kedelai.
Karena itu, bagi Moeldoko, inovasi mutlak dilakukan. Pada 2015, Indonesia berada di urutan ke-97 GII dari 141 negara. Pada 2016, Indonesia di urutan ke-88 dan 128 negara.
Bukan tanpa alasan kuat Moeldoko sangat memerhatikan nasib petani di Indonesia. Meski pernah menyandang status Panglima TNI, Moeldoko memilih tak terjun menangani sektor lain seperti pertambangan.
"Saya lahir sebagai anak petani. Saya juga ingin memberikan kontribusi walaupun kecil, ingin mengubah sesuatu, karena pertanian yang saya jalankan dan saya yakini, yang pertama saya berusaha untuk memuliakan tanah. Tanah yang rusak menjadi baik," katanya. (*)