TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiba-tiba fenomena "Om Telolet Om" menjadi viral yang luar biasa dijagad maya!
Tidak saja di Indonesia, demam "Om Telolet Om" juga menyebar cepat ke sejumlah penjuru dunia, menjadi trending topics, bikin penasaran dan dibicarakan oleh selebriti, olahragawan dan tokoh berpengaruh di sejumlah negara.
Singkatnya, "Om Telolet Om" telah mengenalkan Indonesia kepada dunia Internasional.
Melihat video dari sejumlah media social dan menyaksikan sendiri Bus Besar yang membunyikan klakson yang berirama "Telolet" adalah sebuah hiburan dan kebahagiaan tersendiri.
Kenangan di masa kecil kembali muncul, senang rasanya melihat orang lain senang, kita semua tersenyum bahagia.
Sopir Bus juga membahagiakan semua orang. Fenomena "Om Telolet Om" adalah kebahagiaan yang bisa dinikmati semua orang tidak mengenal suku, agama, bahasa, derajat serta tidak perlu mengeluarkan biaya.
Fenomena "Om Telolet Om" juga memberikan pesan buat kita semua bahwa bahagia itu sederhana.
(Baca: Apakah Klakson Bus Telolet Akan Segera Dilarang?)
Negara ini sudah lelah dengan isu soal intoleransi, upaya memecah belah bangsa, pemilihan kepala daerah, ekonomi yang belum stabil, korupsi dan terroris.
"Om Telolet Om" telah menyatukan kita semua, membuat kita bahagia, dan melupakan kemarahan serta kesedihan kita sejenak.
Namun kebahagiaan sederhana itu tiba-tiba berupaya direnggut dengan rencana Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Rabu (21/12/2016) lalu untuk mengeluarkan surat edaran terkait pelarangan "bus telolet" atau kegemaran memburu klakson bus karena alasan berisiko terjadi kecelakaan.
Alasan yang disampaikan pastinya masih layak diperdebatkan. Lagi pula tidak perlu juga dibuat aturan baru karena sudah ada Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2012 tentang Kendaraan.
Aturan tentang suara klakson pada Pasal 69 yang berbunyi 'Suara klakson sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf f paling rendah 83 desibel atau dB (A) dan paling tinggi 118 desibel atau dB (A)'.
Berdasar aturan ini jika suara klakson "Bus Telolet" melebihi batas desibel yang ditentukan dan dianggap mengganggu, aparat kepolisian atau dinas perhubungan baru dapat mengambil tindakan.
Alangkah lebih bijaksana jika Pak Menteri dan pihak Kepolisian mensosialisasikan soal aturan ini kepada seluruh sopir Bbs daripada melarangnya.
Bersama ini kami yang ingin mewakili banyak orang di Indonesia meminta Pak Presiden Joko Widodo, Menteri Perhubungan, Budi Karya dan Kapolri Tito Karnavian untuk tidak mengeluarkan Surat Edaran atau kebijakan melarang "Bus Telolet".
Jangan rebut dan larang kebahagiaan sederhana kami ini, Rakyat Indonesia!
Petisi "Telolet" diinisiasi oleh Emerson Yuntho, Joaquim Rohi, Lukman Hakim,Thatit Ragil Kusumo, Akbar Berno, Tily Rheabela, Arry Anggadha, Agus Hidayat, Ambrosius Manumoyoso, Lisa Boy, Dika Dania Kardi, Ervan Nurachman, Kurnia KP Pratomo, Probo Kushartoyo, Anton Aliabbas, Erasmus Napitupulu, Deden Firmansyah, Rossi Rahardjo, Edy Can, Erland Herlambang, Oky Setiarso, Andriyana, Rudy Muhrim, Sutami, Hendri Susilo, Sandy PasBand.
Kami berharap seluruh manusia yang bahagia dengan "Om Telolet Om" atau “Bus Telolet” untuk mendukung petisi ini.