TRIBUNNERS - Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Dr. Unifah Rosyidi mengatakan, PGRI bertanggungjawab mendidik 54 juta siswa agar mampu mengenali dan menghadapi hoax dan fitnah, baik itu berita maupun informasi.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi berjudul “Strategi Menang Melawan Hoax dan Fitnah”, yang diadakan Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta, Rabu Sore (25/01/2017). Diskusi ini dimoderatori Husein Sanusi, wartawan Tribunnews.com.
“Kita siap mengadakan literasi digital untuk para guru, namun kita butuh dukungan semua pihak. Banyak informasi aneh sekarang, seperti bumi itu datar, tips pengobatan yang mengada-ada, belum lagi berita-berita bohong yang bisa memecah persatuan bangsa, kami dari PGRI mengajak semua pihak, mari kita lindungi 54 juta siswa, poin-poin dari diskusi Komunikonten ini, akan kami bawa ke rapat PGRI”, jelas Unifah Rosyidi di Gedung Dewan Pers, Jakarta (25/1)
Sementara itu, Hariqo Wibawa Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten) menjelaskan, siswa harus didorong jadi produsen konten sesuai minat dan bakatnya. Pemerintah Pusat/Daerah, Kementerian/Lembaga, Organisasi swasta, dll harus memperbanyak lomba-lomba yang mengajak siswa memproduksi konten.
“54 juta siswa harus jadi pembuat konten, bukan sekedar penyebar konten, mereka harus jadi generasi upload, bukan semata generasi download. Saya usul, agar siswa yang produktif memproduksi dan mengupload konten positif, inspiratif, kritik membangun di internet diberikan hadiah”, ujar Hariqo Wibawa Satria.
Hariqo Wibawa menambahkan, solusi lain melawan hoax dan fitnah adalah, memanggil semua pengusaha medsos dan menagih komitmennya menghapus berita hoax dan fitnah.
“Hoax dan fitnah bisa dideteksi dengan teknologi, tapi ini tidak akan akurat 100 persen, karenanya manual juga harus dilakukan. Jadi saran saya, mereka para pengusaha twitter, facebook, Instagram, google, dll harus menambah SDM di kantornya masing-masing untuk menghadapi hoax dan fitnah, teknologi oke, tapi pemantauan manual tetap harus dilakukan”, jelas Hariqo.
Narasumber lainnya, Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf dari Pokja Revolusi Mental dalam diskusi tersebut memaparkan agar berita yang kita sebar wajib memenuhi asas kebenaran dan manfaat, jika dua hal ini tidak terpenuhi, maka solusinya adalah, kita buat berita yang benar dan bermanfaat.
Mengutip Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno, Ahmad Mukhlis Yusuf mengatakan, “kita harus menggembleng manusia Indonesia jadi manusia baru, yang punya integritas, kapasitas dan semangat gotongroyong. Kami siap bekerjasama dengan PGRI dan organisasi lainnya. Sekaranglah saatnya kita bangkit. Mental penikmat konten, harus diganti menjadi pembuat konten. Guru, Wartawan, anak muda, pemuka agama, harus mengambil peran sesuai kapasitas masing-masing”, demikian ungkap Ahmad Mukhlis Yusuf.
Narasumber lainnya, Yosep Adi Prasetyo mengatakan, perjuangan melawan hoax harus adalah perjuangan panjang, harus tekun, konsisten, dan fokus dilakukan, sebab jangankan masyarakat umum, wartawan sekalipun bisa juga salah mengutip sumber berita, sehingga hoax menyebar di masyarakat.
Yosep menjelaskan berita bohong di media online dibuat dengan berbagai tujuan, diantaranya; mendapatkan keuntungan dari kunjungan pembaca, orang iseng, dan ada juga berita-berita hoax yang dibuat oleh kelompok bayaran. Masyarakat juga harus bisa membedakan mana info media dan mana info berita, beda pers dan medsos, sehingga paham mana yang hoax dan mana yang fakta.
“Kita berharap jangan ada lagi kejadian seperti pengumuman hasil pilpres 2014, maksudnya ada media yang memberitakan pasangan A menang, media lain memberitakan pasangan B menang. Ini harus kita ambil pelajaran, sekarang tugas kita terus mendorong integritas media dan terus mendidik masyarakat, salah satunya seperti diskusi-diskusi yang diadakan oleh Komunikonten ini”, jelas Yosep.
PENGIRIM: Info Komuniten