Apung Widadi, Deputi Sekjen FITRA
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan bantuan keuangan parpol dari Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000 per suara, jika disimulasikan maka pemerintah harus mengeluarkan anggaran sebesar sebesar Rp 124,92 miliar kepada 12 parpol peserta pemilu tahun 2014 dalam APBNP 2017 atau APBN 2018.
Sebagai catatan, FITRA pernah melakukan permohonan dokumen terkait laporan keuangan seluruh Parpol yang bersumber dari APBN/APBD pada tahun 2016, hasilnya banyak parpol yang tidak bisa memberikan laporan keuangan tersebut.
Dalam catatan FITRA tatakelola bantuan keuangan Parpol masih tidak transparan dan justru di korupsi. Dalam analisis FITRA :
1. Pemkab Karimun tahun 2012, berdasarkan LHP BPK tahun 2014 ditemukan 4 partai politik yang belum menyerahkan laporan pertanggung jawaban tahun anggaran 2012 sebesar Rp 196.264.077.
2. Korupsi dana parpol di Jepara. Kasus yang menjerat mantan bupati Jepara dimana pada tahun anggaran 2011-2012 diduga menyalahi dana bantuan parpol untuk tunjangan hari raya (THR) pengurus dimana negara dirugikan Rp 79 juta.
3. Dan pada tahun anggaran 2006, berdasarkan audit BPK pada Departemen Dalam Negeri ditemukan 3 DPP yang belum membuat laporan secara legkap dan sah senilai Rp 125 juta.
Jadi, FITRA menilai kenaikan dana parpol tidak akan menghilangkan masalah korupsi politik. Karena Parpol sendiri belum membangun sistem transparansi dan akuntabilitasnya. Dana itu hanya untuk operasional kantor, sedangkan korupsi politik untuk aktifitas politik praktis seperti kampanye dan Pemilu.
Lebih baik batalkan kenaikan dana parpol itu agar APBN tidak semakin defisit.