News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Korupsi KTP Elektronik

KPK Pantas Kalah karena tidak Teliti dan Cermat dalam Administrasi Penyelidikan dan Penyidikan

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang putusan praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka atas kasus dugaan korupsi KTP elektronik di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017). Hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan permohonan praperadilan Setya Novanto dan memutuskan penetapan tersangkanya oleh KPK dianggap tidak sah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Penulis: Petrus Bala Pattyona
Advokat/Pengacara dan Dosen Hukum Pidana

PERTIMBANGAN hukum hakim tunggal Cepi Iskandar yang membuat KPK dinyatakan bersalah karena penetapan SN sebagai tersangka dilakukan di awal penyidikan dan di akhir penyelidikan karena menurut hakim untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka bukan di awal penyidikan dan tidak dapat berbarengan dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Menurut hakim keterangan saksi-saksi yang dibuat di awal penyelidikan dalam BAP belum dijelaskan bahwa keterangan saksi yang dimintai keterangan tersebut tidak disebutkan untuk tersangka siapa, misalnya untuk SN.

Kesalahan lain adalah soal penyitaan barang bukti dalam perkara SN ternyata tifak ditemukan.

Menurut hakim sesuai pasal 38 KUHAP suatu penyitaan selain atas izin ketua pengadilan, di dalamnya harus dengan jelas menyebutkan disita untuk perkara tersangka siapa, misalnya disebutkan disita untuk tersangka SN.

Ternyata penyitaan yang dilakukan adalah untuk tersangka Andi Narogong.

Dalam penyitaan harus dengan jelas dinyatakan disita untuk perkara siapa, disita dari siapa, kapan disita, jenis barangnya apa, siapa saksinya.

Ternyata penyitaan barang bukti adalah untuk perkata atas nama Andi Narogong.

Seharusnya dalam penyitaan untuk perkara Andi Narogong KPK mencantumkan misalnya dalam perkara Andi Narogong dkk, karena penyitaan yang khusus untuk perkara SN tidak ada.

Aktivis ICW mengatakan ada 6 kejanggalan dalam putusan.

Kejanggalan bukan dalam putusan yang dibacakan tapi terjadi dalam proses persidangan Praperadilan.

Kejanggalan pertama soal tidak diputar rekaman untuk mendukung 193 barang bukti menurut hakim karena sudah menyangkut substansi perkara.

Yang mau diputar KPK adalah soal bukti-bukti bersalahnya SN dalam kasus e-KTP, padahal Praperadilan hanya menyangkut administrasi bukan bersalah tidaknya seseorang.

Bersalah tidaknya seseorang itu sudah menyangkut pokok perkara.

Kejanggalan kedua tentang ditolaknya Ahli KPK an Bob Herdian Syahbudin.

Saat Ahli IT ditolak saya melihat ada kesalahan Tim Kuasa Hukum KPK karena ahli tersebut yang menerangkan hasil penyelidikan, resume perkara yang ia ikut menyidik.

Menurut hakim yang menerima keberatan dari pengacara SN, bahwa sebagai ahli yang mau ditampilkan adalah keilmuan, keterangan ahli, bukan fakta-fakta yang ahli sendiri terlibat.

3. Pertanyaan Tim KPK kepada ahli IT sehingga ditolak untuk didengar keterangannya yaitu, apakah ahli ikut menyelidiki kasus e-KTP sejak 2014?

Apakah ahli pernah membuat resume hasil penyelidikan IT yang dilakukan dan resume tesebut dijadikan barang bukti?

Apakah ahli terlibat aktif dalam penyelidikan dan penyidikan?

Atas pertanyaan tersebut hakim menyatakan kalau keterangan ahli seperti itu, tak perlu seseorang ahli karena yang disampaikan adalah fakta hukum.

Tentang ditolaknya eksepsi yaitu status penyelidik/penyidik yang bukan kepolisian dan kejaksaan karena menyangkut pokok perkara, hakim dalam putusannya menyatakan keberatan SN tersebut ditolak karena kuasa SN tidak menyebutkan nama-nama penyidik mana yang bukan dari kepolisian atau kejaksaan.

4. Tentang diabaikan intervensi, hakim menolak karena tidak terdaftar.

Saat sidang Praperadilan BG saya dan juga sejumlah pengacara seperti rekan Petrus Selestinus juga nelakukan intervensi yang mendukung KPK, tetapi saat sidang dan kami didengar ala kepentingannya untuk intervensi mendukung KPK, hakim Sarpfin menolak dengan alasan dari Hukum Acara Praperadilan tidak dikenal intervensi.

Selaku pemohon intervensi dipersilahkan keluar dan kami patuhi ketetapan hakim Sarphin.

5. Hakim tanya Ahli KPK -- Ferry Amsyari soal status adhoknya KPK, ini karena kesalahan Tim KPK tidak membangun opini yang meyakinkan hakim, seharusnya Ahli yang disodorkan KPK digoreng-goreng soal keahlian sehingga hakim tidak punya gaya sendiri untuk menggali keterangan ahli.

6. Soal laporan kinerja KPK yang disodorkan sebagai bukti pemohon yang menurut kuasa KPK diperoleh dari DPR, bukanlah masalah karena cara perolehannya bukan dari hasil kejahatan.

Suatu bukti demi transparansi harus dapat diuji semua pihak.

Laporan kinerja yang katanya dari Pansus bukanlah suatu rahasia karena dengan diserahkan ke Pansus sudah menjadi milik publik karena dalam Pansus yang saya ikuti dinyatakan terbuka untuk umum.

Apakah SN bisa disidik ulang dan dapat ditetapkan sebagai tersangka?

Secara normatif bisa saja tetapi yang harus sangat diperhatikan adalah administrasi jangan sampai penyitaan-penyitaan bukan untuk tersangka SN.

Semua saksi harus diperiksa ulang dan dalam BAP harus dibunyikan bahwa saksi yang didengar/diperiksa untuk tersangka SN, jangan sampai saksi-saksi dalam perkata Andi Narogong diambil dan dilekatkan untuk tersangka SN.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini