TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk mendukung kelancaran bisnis e-commerce, khususnya pengiriman barang dari luar negeri, Bea dan Cukai telah menerbitkan aturan pelaksanaan tentang ketentuan impor barang kiriman.
Pertumbuhan bisnis e-commerce sendiri kini meningkat dengan pesat. Berkembangnya bisnis penjualan online berdampak langsung terhadap meningkatnya volume pengiriman barang, kiriman pos, dari dan ke luar negeri.
Melalui Paket Kebijakan Ekonomi jilid 14 tentang e-Commerce, pemerintah berupaya mendorong perluasan dan efisiensi bisnis perdagangan secara elektronik. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan telah menerbitkan aturan baru yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor: PMK-182/PMK.04/2016 tentang ketentuan impor barang kiriman.
Kebijakan ini selain dilatarbelakangi untuk mendorong pertumbuhan e-commerce, juga untuk mendukung peran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai), sebagai Trade Facilitator, Industrial Assistance, Community Protector dan Revenue Collector.
Selama ini dalam pelayanan dan pengawasan barang kiriman, Bea Cukai sering menerima keluhan dari masyarakat. Misalnya, terkait sulitnya informasi yang diperoleh tentang posisi dan proses barang kiriman yang seharusnya mereka terima.
Sementara, penyelenggara pos sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan penerima barang, tidak mempunyai sistem yang bisa mengakomodir informasi detil tentang hal tersebut.
Akibatnya, sering terjadi kesalahpahaman di masyarakat, yang menganggap Bea Cukai mempersulit pengeluaran barang kiriman dari luar negeri.
Ketentuan Barang Kiriman
Selanjutnya, untuk mendukung kebijakan Kementerian Keuangan tersebut, Bea Cukai telah menerbitkan aturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Direktur Jenderal No. PER-2/BC/2017 yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, kecepatan, akurasi, dan kemudahan perhitungan pengenaan bea masuk, serta penelusuran barang kiriman.
Peraturan ini dinilai akan lebih menguntungkan bagi para pelaku usaha e-commerce serta lebih memperjelas beban dan tanggungjawab yang ditanggung oleh penerima barang.
Dalam aturan ini, batas pembebasan bea masuk atas barang kiriman naik dari FOB (free on board) USD 50 menjadi FOB USD 100. Penetapan batasan layanan pun, saat ini mengikuti World Customs Organization (WCO) Procedures on Consignment Goods yaitu berdasarkan nilai barang (value threshold) bukan berat barang. Batasan nilai yang ditetapkan adalah USD 1,500.
Jika dulu nilai barang yang melebihi pembebasan akan dikenakan bea masuk dan pajak impor atas kelebihannya saja, sekarang nilai barang kiriman yang melebihi nilai pembebasan, akan dikenakan bea masuk dan pajak impor untuk seluruh nilai barang.
Dengan demikian, fungsi Bea Cukai sebagai trade fasilitator dan revenue collector dapat berjalan beriringan.
Dalam rangka simplifikasi prosedur impor barang kiriman, dokumen penyelesaian pabean yang dijadikan pedoman oleh Bea Cukai adalah dokumen pengiriman barang atau yang disebut dengan Consignment Note.
Dokumen inilah yang diberikan oleh pihak penyelenggara pos (PT Pos Indonesia/ perusahaan jasa titipan) kepada Bea Cukai.
Dokumen tersebut merupakan dokumen perjanjian pengiriman barang antara pengirim barang di luar negeri dengan penyelenggara pos, untuk mengirimkan barang kiriman kepada penerima barang di dalam negeri.
Penyampaian dokumen ini pun bukan dalam bentuk lampiran hardcopy, melainkan cukup di-scanning dan dikirim melalui system IT oleh penyelenggara pos.
Bea Cukai juga menggunakan tarif tunggal bea masuk yaitu sebesar 7,5% untuk penyelesaian pabean dengan Consignment Note dalam rangka mempermudah dan mempercepat proses perhitungan pengenaan bea.
Atas penetapan bea oleh Bea Cukai tersebut, dalam aturan ini dimungkinkan bagi penerima barang, untuk mengajukan keberatan. Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin hak penerima barang sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Tracking System Bea Cukai
Untuk meningkatkan kelancaran pelayanan barang kiriman, saat ini Bea Cukai menggunakan aplikasi pelayanan CEISA Barang Kiriman agar setiap proses pelayanan dan pemeriksaan dapat diketahui dan didata.
Demikian pula pertukaran data elektronik dengan penyelenggara pos dapat dilakukan. Diharapkan ke depannya, hal ini akan memudahkan untuk kepentingan statistik dan pencatatan yang auditable, serta membuka ruang dalam pengujian kepatuhan importir.
Sebagai community protector, Bea Cukai tidak hanya menegakkan peraturan kepabeanan dan cukai saja, tetapi juga mendapat “titipan” pelaksanaan peraturan dari instansi lain. Misalnya, mengawasi masuknya barang-barang larangan dan pembatasan (LARTAS) atas permintaan instansi tertentu melalui kiriman pos.
Tantangan terbesar yang dihadapi Bea Cukai saat ini adalah, pengawasan masuknya Narkoba atas permintaan Polri melalui kiriman pos. Karena pelaksanaan fungsi inilah, Bea Cukai sering dianggap lambat dan menghambat proses pengeluaran barang kiriman.
Untuk mengantisipasi keluhan penerima barang yang ingin mendapat informasi tentang posisi dan status barang kirimannya, Bea Cukai menyiapkan Tracking System yang dapat diakses melalui website dengan tautan http://www.beacukai.go.id/barangkiriman.html .
Melalui sistem ini, penerima barang dapat menelusuri proses dan posisi barang miliknya. Dan juga, dapat mengetahui apakah persyaratan impor sudah terpenuhi atau belum. Hal ini bisa diketahui dengan membuka website tersebut.
Ini merupakan langkah nyata Bea Cukai untuk mewujudkan transparansi prosedur sehingga diharapkan dapat mengurangi kesalahpahaman masyarakat selama ini, karena kurang mendapat informasi yang tepat, khususnya penerima barang kiriman.
Aturan ini diberlakukan secara bertahap di kantor-kantor Bea Cukai yang menangani barang kiriman. Memang, masih terdapat beberapa permasalahan dalam penerapannya.
Ada saja keluhan penerima barang, karena mereka sendiri tidak memahami cara untuk memperoleh informasi barang kirimannya.
Mereka, masih saja keberatan atas pengenaan bea dan pajak impor yang tinggi. Padahal, hal ini terjadi karena kesalahan mereka yang tidak melampirkan NPWP.
Demikian pula dengan komplain penerima barang karena adanya peraturan pelarangan dan pembatasan sehingga barang yang dibelinya, tidak bisa dirilis/ dikeluarkan oleh Bea Cukai.
Di sisi lain, pihak Bea Cukai pun kewalahan melayani barang kiriman yang jumlahnya terus meningkat secara signifikan, mengingat terbatasnya jumlah tenaga pemeriksa. Penyelenggara pos juga masih perlu penyesuaian dalam melakukan input data yang lebih detil, akurat, dan cepat.
Contact Center Bravo Bea Cukai
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, Bea Cukai berusaha semaksimal mungkin melakukan sosialisasi ke masyarakat dan pelaku usaha, dan menyebarkan seluas-luasnya.
Selain itu, Bea Cukai juga menyediakan Contact Center Bravo Bea Cukai 1500225, bagi masyarakat yang membutuhkan informasi tentang status barang kiriman.
Penempatan pegawai di kantor-kantor yang melayani barang kiriman pun diperbanyak. Terkait peraturan LARTAS, Bea Cukai melakukan koordinasi dengan instansi-instansi penerbit peraturan, untuk melakukan sosialisasi, sehingga masyarakat mengetahui dan memahami tentang LARTAS dengan baik.
Penyelenggara pos pun, diminta untuk menyiapkan sistem yang dapat mengakomodir aturan baru tesebut dan melatih sumber daya manusianya, sehingga proses penanganan barang kiriman, bisa dilakukan dengan cepat dan lancar.
Kepada masyarakat, diharapkan peran aktifnya untuk mencari informasi dan aturan barang kiriman terlebih dahulu, sebelum melakukan transaksi pembelian. Agar, barang dapat diterima dengan cepat dan bea impr yang ditanggung, dapat diperhitungkan di awal.
Adanya sinergi dari semua pihak yang terkait dalam proses barang kiriman ini, diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada, dan mendukung perkembangan dunia usaha ke arah yang lebih baik, terutama bisnis e-Commerce.
Penulis: Ni Gusti Ayu Mas Jayawati, pemerhati kebijakan keuangan Pemerintah