Ditulis oleh Hendardi, Ketua SETARA Institute
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - HUT TNI ke-72 adalah momentum untuk memperkuat soliditas, disiplin, dan tanggung jawab TNI sebagai alat pertahanan nasional yang bertugas menjaga kedaulatan Indonesia.
Cita-cita reformasi 1998 telah menggariskan bahwa TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai dengan kepentingan politik negara yang mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel.
Baca: Presiden Minta TNI Siaga Antisipasi Gangguan Keutuhan NKRI
Cita diri TNI sebagaimana diamanatkan UU 34/2004 tentang TNI inilah yang menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan desain TNI reformis.
Dalam pidato perayaan HUT TNI, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (5/10/2017) menyampaikan pesan tegas bahwa politik TNI adalah politik negara.
Jika ini dipatuhi, maka dengan sendirinya elit-elit di tubuh TNI tidak boleh berpolitik praktis kecuali hanya untuk mendukung tujuan negara.
Berpolitik praktis tidak melulu harus melalui partai-partai politik, tetapi juga memanfaatkan jabatan di kesatuan-kesatuan TNI untuk mencetak dan memetik benefit atau insentif politik elektoral.
Baca: Presiden Yakini Netralitas TNI
Sementara politik negara adalah garis politik yang ditetapkan dalam sistem ketatanegaraan untuk mencapai cita-cita nasional dengan mekanisme dan mengacu pada nilai demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Tidak ada cara lain bagi TNI untuk berpolitik, apalagi model dwifungsi ABRI, kecuali sesuai dengan garis politik negara.