Akibatnya, pelbagai aksi kepentingan elite politik menggunakan TA yang juga pengurus besar atau mantan pengurus memakai atribut HMI untuk memuaskan nafsu tuannya karena bekerja sebagai kopral politik di Senayan seperti dalam kasus aksi kebhinekaan yang dikenal dengan aksi 412.
Perilaku pengurus seperti ini bukan tipikal kader HMI yang merawat independensinya tetapi “tukang” di HMI.
Pengurus juga dilanda skandal plagiasi yang telah dilansir pelbagai media dan menjadi kritik keras oleh kader HMI di daerah akibat perbuatan tak terpuji tersebut.
Tradisi membaca buku dan kajian intensif telah lama menghilang dikalangan pengurus terutama ditingkat pengurus besar.
Sabang hari, tampilannya necis bak pengusaha minyak dari Qatar, tapi pikiran dan perilakunya datar, tidak dinamis bahkan cenderung oportunis.
Perilaku pimpinan PB HMI bukan saja melanggar kaedah akademik tetapi juga menciderai asas dan tujuan HMI sebagai insan akademis dan pola perkaderan yang selama ini menjunjung tinggi semangat keilmuan.
Belum lagi soal masih amburadulnya pengelolaan keuangan yang berujung di tangan aparat penegak hukum yang dilaporkan oleh salah seorang pengurus.
Berharap kongres kali ini berkualitas nampaknya akan menjadi bunga-bunga mimpi. Dengan calon yang akan maju di Kongres tak ada bedanya dengan pilkada.
Lebih senang adu foto dan gaya daripada adu gagasan. Saya mendapat laporan bahwa rekomendasi HMI Cabang sebagai syarat pencalonan telah diperjual belikan oleh ketua umum Cabang dengan sang calon. Tentu ini memiriskan, tak ubahnya seperti parpol yang sedang memeras calon dengan dalih uang saksi atau survey dan alin-lain.
Cilakanya lagi, orang parpol pun ikut mendaftar sebagai calon ketua umum PB HMI di Ambon nanti. Inilah kongres para “Tukang”, perhelatan kaum tukang olah, olah sana, olah sini dan pada akhirnya seolah-olah. seolah-olah necis, seolah-olah akademis, tak sadar mereka sesungguhnya dalam olahan.
Billahittaufiq Walhidayah
Yakin Usaha Sampai