News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Menjadi Kader “Tukang” HMI

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo HMI

Oleh: Syamsuddin Radjab
Ketua PB HMI 2003-2005 dan Direktur Eksekutif Jenggala Center

TRIBUNNEWS.COM - Tanggal 5 Februari 2018 merupakan peringatan hari lahir atau milad Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang didirikan oleh Prof. Lafran Pane yang baru saja diberi gelar sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis, 9 November 2017 lalu.

Lafran Pane mendirikan HMI pada 14 Rabiul Awwal 1336 H. bertepatan dengan 5 Februari 1947 M. atau 71 tahun lalu. Pendirian HMI dalam catatan historiografi yang ditulis almarhum Prof. Agussalim Sitompul (1995), sejarawan HMI, dilatar belakangi permasalahan kondisi kebangsaan (keindonesiaan), keummatan (keislaman) dan kemahasiswaan.

Dalam perkembangannya, ketiga kondisi dasar pendirian HMI di postulasi menjadi materi training dalam setiap jenjang perkaderan HMI, dari level basic hingga advance disamping materi kepemimpinan, managemen, keorganisasian, wawasan internasional serta materi terapan; Ideopolitorstratak (ideologi, politik, organisasi, strategi dan taktik).

Pada periode awal pendirian HMI, tujuannya sesuai dengan konteks kondisi Indonesia pada masa saat itu yakni mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia serta menegakkan dan mengembangkan Agama Islam. Yang dapat disimpulkan menjadi “Ke-Indonesiaan” dan “Ke-Islaman”.

Dalam perkembangan selanjutnya, tujuan HMI yang dikenal saat ini baru dirumuskan dalam Kongres IX HMI Tahun 1969 di Malang yang rumusannya berbunyi, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.

Pendirian HMI juga tak bisa dilepaskan dari dinamika politik pada masa awal kemerdekaan berupa kuatnya polarisasi ditengah masyarakat terkait metode perjuangan melawan penjajah Belanda, antara perjuangan diplomasi dan konfrontasi senjata alias perang.

Ditambah dengan seringnya gonta-ganti pemerintahan karena sistem parlementer dan bentuk negara RIS (Republik Indonesia Serikat).

Dalam perjuangan fisik, HMI menjadi pelopor dikalangan mahasiswa dengan membentuk Corps Mahasiswa Indonesia (CMI) yang dipimpin Achmad Tirtosudiro yang ikut angkat senjata dalam penumpasan pemberontakan PKI pada peristiwa Madiun 1948. Urusan “NKRI harga mati” bagi HMI tidak perlu dipertanyakan, HMI adalah bagian dari proses panjang bangsa ini.

Dalam Dies Natalis I HMI 1948, Jenderal Besar Sudirman mengartikan HMI sebagai “Harapan Masyarakat Indonesia” yang terkenal hingga saat ini.

Demikian halnya, HMI ikut bertempur dalam agresi I dan II karena Belanda ingin kembali menguasai Indonesia sampai digelarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) yang mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

Kader vs “tukang”

Albert Sydney Hornby (1989) mendefinisikan kader sebagai small group of people who are specially chosen and trained for a particular purpose. Merriem-Webster mengartikannya “a nucleus or core group especially of trained personnel able to assume control and to train others”.

Nathan Fiel (1969) menyimpulkan kader sebagai semua jenis inti kepemimpinan (all kinds of leadership core). Sedangkan tukang (artisan) adalah orang yang mempunyai kepandaian dalam suatu pekerjaan seperti tukang batu, besi dan bahkan tukang pukul atau tukang tipu.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini