News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Holding BUMN dan Logika Hukum Persaingan Usaha

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Yahdi Salampessy, Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Penulis: Muhammad Yahdi Salampessy, Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembentukan holding BUMN untuk sektor pertambangan dengan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sebagai induk holding sudah rampung dan memasuki babak baru.

Hal ini seakan menegaskan Pemerintah serius merencanakan pembentukan holding BUMN untuk beberapa sektor, seperti energi dan pertambangan, infrastruktur, konstruksi, finansial serta pupuk dan perkebunan.

Rencana ini dapat dianggap sebuah langkah yang progresif dan menunjukkan keseriusan Pemerintah untuk menciptakan BUMN yang kuat. Pada tataran praktis, Pemerintah menyiratkan pembentukan holding mempunyai tujuan yang sangat mulia.

Baca: Kurtubi: Holding Migas Sebaiknya Tunggu Revisi UU Migas Rampung

Holding BUMN ini digadang-gadang akan menjadi cara bagi Pemerintah untuk meningkatkan kinerja dan koordinasi antara BUMN yang bergerak di sektor yang sama untuk saling bersinergi. Dengan adanya holding, BUMN diharapkan akan semakin fokus untuk mengembangkan bisnisnya dari hulu ke hilir sehingga dapat meningkatkan stabilitas BUMN, efisiensi dan tentunya keuntungan yang lebih besar.

Kendati demikian, Pemerintah tetap perlu berhati -hati dan waspada dalam merealisasikan rencana pembentukan holding BUMN dimaksud. Ditinjau dari aspek hukum, ada beberapa hal yang perlu dikaji dan diperhatikan dalam pembentukan sebuah holding BUMN.

Pertama, kebutuhan untuk menjadikan BUMN sebagai sebuah otoritas bisnis Negera yang kuat dengan menguasasi hulu sampai hilir, perlu dilengkapi dengan pagar dan payung hukum yang memadai. Berbagai regulasi tentunya harus dibentuk dalam rangka pembentukan holding tersebut. Pemerintah harus menyiapkan regulasi yang tepat dan mengkaji aturan-aturan apa saja yang harus diperbaiki atau direvisi untuk mengakomodir pembentukan holding BUMN.

Kedua, Pemerintah perlu mengkaji lebih mendalam dampak yang ditimbulkan dari holding BUMN ini terhadap persaingan usaha di Indonesia. Secara lebih spesifik pertanyaan adalah, apakah holding BUMN berpotensi melanggar hukum persaingan usaha? Melalui tulisan ini, penulis akan menyoroti aspek persaingan usaha dalam pembentukan holding

Potensi Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha

Hukum persaingan usaha merupakan kaidah yang mengatur mengenai semua aspek berkenan dengan persaingan usaha, mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha.

Di Indonesia, norma-norma hukum persaingan usaha diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU Persaingan Usaha”). Undang-undang ini hadir dengan semangat untuk menciptakan iklim usaha yang adil dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Hal yang juga senada dengan logika hukum persaingan usaha yakni menjaga agar persaingan yang sehat tetap ada dan menghilangkan aroma anti persaingan dan praktik monopoli.

Berdasarkan logika tersebut, UU Persaingan Usaha mengatur beberapa larangan terkait dengan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum yang sama kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam berusaha.

Selain itu, hukum persaingan usaha juga mencegah adanya pelaku usaha mendapatkan atau menggunakan kekuatan pasarnya sehingga memaksa konsumen membayar lebih mahal untuk produk atau pelayanan yang mereka dapatkan.

Jika dikaitkan dengan isu pembentukan holding BUMN, perlu dicermati apakah pembentukan holding ini telah sesuai dengan logika hukum persaingan usaha. Apakah memang tujuan pembentukan holding sejalan dengan tujuan hukum persaingan usaha untuk menciptakan iklim persaingan yang sehat dan wajar? Menurut hemat penulis, isu-isu terkait dengan persaingan usaha ini perlu dikaji secara lebih mendalam karena penulis melihat adanya potensi pelanggaran atas UU Persaingan Usaha.

Secara lebih spesifik, pembentukan holding BUMN berpotensi menimbulkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang melanggar UU Persaingan Usaha.

Memang, pembentukan holding BUMN ini merupakan bagian dari kebijakan Pemerintah yang tentunya akan disahkan melalui norma hukum peraturan perundang-undangan, baik pada level Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau mungkin dengan Peraturan Presiden. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundangan -undangan atau kebijakan pemerintah ini dikecualikan dari UU Persaingan Usaha (Pasal 50 huruf a UU Persaingan Usaha).

Ketika payung hukum holding BUMN ini sudah dibentuk, maka Pemerintah bisa berdalih kebijakan atau tindakan pembentukan holding BUMN ini merupakan suatu tindakan yang dikecualikan dari UU Persaingan Usaha. Mengapa? Karena pembentukan holding dilakukan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan.

Meskipun demikian, potensi pelanggaran terhadap UU Persaingan Usaha tersebut tetap ada. Setidaknya terdapat beberapa potensi pelanggaran atas UU Persaingan Usaha yang akan penulis kemukakan.

Pertama, pembentukan holding berpotensi menghilangkan persaingan di sektor usaha yang sejenis, yang justru dalam hukum persaingan usaha merupakan hal yang haram untuk dilakukan.

Potensi hilangnya persaingan usaha tersebut dapat terjadi dalam berbagai hal. Sebagai contoh, dalam hal pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan BUMN. Dengan adanya holding, maka ada potensi BUMN yang bertindak sebagai induk melakukan penunjukan langsung kepada anak perusahaannya tanpa disertai dengan justifikasi yang kuat sebagaimana dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Kedua, masih dalam hal tender, atas dasar holding, terbuka ruang untuk terjadinya persekongkolan tender. Persekongkolan tender ini dapat terjadi manakala induk holding atau instansi lain menyelenggarakan tender yang diikuti oleh anak perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain di luar holding. Anak perusahaan atau bahkan induk holdingnya sendiri berpotensi melakukan persekongkolan tender untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender. Persekongkolan tender ini tentunya dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan melanggar Pasal 22 UU Persaingan Usaha.

Ketiga, ada potensi terjadi penyalahgunaan posisi dominan. Dengan adanya holding maka penguasaan pasar atau pangsa pasar yang dimiliki oleh BUMN tersebut menjadi besar sehingga memliki market power. Market power ini bila tidak dapat dikendalikan dengan baik, disinyalir akan mengakibatkan adanya aksi perusahaan dengan menyalahgunaan posisi dominan yang dimiliki. Bagaimana bentuknya? Bisa bermacam-macam, salah satunya menghalangi dan/atau menghambat pelaku usaha lain untuk masuk dalam pasar bersangkutan atau pasar yang sama (barrier to entry).

Itulah sebabnya, penulis sesungguhnya menaruh harapan sekiranya rencana pembentukan holding BUMN ini dilakukan secara hati-hati dan komprehensif agar memberi makna dan manfaat bagi dunia usaha dan masyarakat. Holding BUMN harus mampu menghadirkan semangat untuk tetap mengutamakan kepentingan konsumsen dan perlindungan terhadap persaingan usaha yang sehat dan wajar. Sejatinya rencana holding harus mampu menjawab tantangan global, bukan malah mereduksi semangat persaingan usaha yang sehat di Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini