Oleh: Karyudi Sutajah Putra
TRIBUNNEWS.COM - Sebagian masyarakat tak percaya Prabowo Subianto berniat melecehkan orang Boyolali, terbukti dari gelak tawa warga yang menghadiri pidato Ketua Umum Partai Gerindra yang juga calon presiden di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 itu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (30/10/2018).
Dalam pidatonya, Prabowo berseloroh, "Kalau masuk hotel mungkin kalian diusir, karena tampang kalian tidak tampang orang kaya. Tampang kalian, ya, tampang-tampang orang Boyolali."
Tapi ini politik, Bung, dan politik punya logikanya sendiri.
Sontak, seorang warga Boyolali, Dakun (47), melaporkan Prabowo ke Polda Metro Jaya.
Dalam laporan itu, Prabowo dinilai telah melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2008 yang diperbarui dengan UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan/atau Pasal 4 huruf b angka 2 juncto Pasal 16 UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan/atau Pasal 156 KUHP.
Laporan tersebut diterima dengan Nomor: LP/6004/XI/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 2 November 2018.
Baca: Kubu Prabowo Pantau Pelaporan Kasus Umpatan Bupati Boyolali
Tak hanya itu, puluhan ribu warga yang dipimpin Bupati Boyolali Seno Samodro menggelar aksi unjuk rasa bertajuk “Save Tampang Boyolali” di gedung Balai Sidang Mahesa, Boyolali, Minggu (4/11/2018). Dalam orasinya, Seno mengajak warganya untuk tidak memilih Prabowo di Pilpres 2019.
Sontak, orasi Bupati Boyolali itu pun berbuah laporan ke polisi. Ahmad Iskandar, advokat pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, melaporkan Seno terkait dugaan tindak pidana terhadap ketertiban umum ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Laporan itu diterima dengan Nomor: LP/B/1437/XI/2018/BARESKRIM tertanggal 5 November 2018. Dalam laporannya, Ahmad mencantumkan UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, serta Pasal 156 KUHP juncto Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP.
Kalau bukan karena politik, mungkin Prabowo tak akan dilaporkan ke polisi. Bandingkan dengan saat Prabowo menyebut wartawan tak pernah berbelanja ke mal, toh tak ada wartawan yang melaporkannya ke polisi.
"Kita bela para wartawan juga. Gaji kalian juga kecil ‘kan? Kelihatan dari muka kalian. Muka kalian kelihatan enggak belanja di mal. Betul ya? Jujur, jujur," ujar Prabowo Subianto dalam pidatonya saat memimpin upacara HUT ke-72 Kemerdekaan RI di Universitas Bung Karno, Jakarta, Kamis (17/8/2017).
Prabowo boleh mengaku hanya bercanda, tak berniat melecehkan orang Boyolali. Tapi faktanya, laporan dari orang yang tersinggung atas ucapannya itu sudah dilayangkan ke polisi.
Tak pelak, kasus Prabowo ini mengingatkan kita pada kasus yang mendera Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta saat itu. Ahok mengaku tak berniat melecehkan Al Quran dan menodai agama Islam dalam pidatonya di Kepulauan Seribu. Tapi faktanya, ada yang melaporkan Ahok ke polisi, dan kemudian mantan Bupati Belitung Timur dan anggota DPR RI ini divonis penjara dua tahun dengan masa percobaan satu tahun.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (9/5/2017), menyatakan Ahok terbukti bersalah melakukan penodaan agama karena pernyataannya soal Surat Al Maidah ayat (51).
Saat pemungutan suara putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 digelar, 19 April 2017, Ahok yang berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat sebagai petahana calon gubernur-wakil gubernur, ada di dalam sel penjara, dan akhirnya dikalahkan pasangan penantang Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Akankah Prabowo Subianto di-Ahok-kan, dan bernasib seperti Ahok: menjadi tersangka, diadili, ditahan, dan kalah dalam Pilpres 2019? Kita tidak tahu pasti, karena bola panas politik bisa menggelinding liar ke mana saja. Yang jelas, jangan salahkan bila mayoritas warga Boyolali tidak memilih dia. Apalagi bila Prabowo menolak minta maaf.
Paradoks Prabowo
Bila pada 2 April 2017 Prabowo Subianto meluncurkan buku karyanya berjudul, “Paradoks Indonesia”, maka kini giliran mantan Komandan Jenderal Kopassus itu yang menciptakan paradoksnya sendiri.
Prabowo mengidentikkan tampang orang Boyolali dengan kemiskinan. Padahal, Boyolali justru daerah penghasil susu sapi terbesar di Jawa Tengah. Susu juga menjadi salah satu jargon kampanye Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, “Revolusi Putih”, sehingga ini menjadi paradoks lagi.
Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, produksi susu sapi segar di kabupaten ini mencapai 80.000 liter per hari dengan jumlah susu yang dipasarkan untuk konsumsi manusia langsung atau pun diolah industri sekitar 59.000 liter, sisanya digunakan untuk menyusui anak sapi.
Di Boyolali terdapat populasi sapi perah sejumlah 60.000 ekor dengan jumlah sapi perah yang memproduksi susu sekitar 28.000 ekor.
Boyolali pun telah melahirkan tokoh-tokoh nasional seperti Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dan mantan Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Djoko Kirmanto, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono, dan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Jangan lupa, Boyolali juga telah melahirkan dua Presiden RI, yakni Soeharto dan Joko Widodo yang orang tuanya sama-sama berasal dari kabupaten yang terkenal dengan kerajinan perunggunya itu. Nah, lho!
Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, tinggal di Jakarta.