News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Menengok Kembali UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kondisi rumah Ketut Budi Kace yang rusak akibat tertimpa reruntuhan longsor di Buleleng, Bali, Selasa (29/1/2019). TRIBUN BALI/RATU AYU ASTRI DESIANI

Penulis: Dr Slamet Pribadi
Penamat Hukum

DALAM tahun-tahun belakangan ini Indonesia diberondong serentetan bencana alam yang cukup dahsyat dan menelan korban jiwa yang cukup besar.

Gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dll, yang semua menelan korban jiwa dan harta benda yang cukup besar, serta hancurnya sarana dan prasarana yang telah dibangun dalam kurun waktu cukup lama.

Yang kemudian peristiwa itu menjadi breaking news di berbagai media, dengan durasi pemberitaan yang cukup panjang, siang malam.

Dari beberapa peristiwa tersebut, sepertinya sudah pernah diprediksi, baik oleh pakar zaman sekarang maupun oleh pakar di zaman penjajahan dulu, perkiraan dukun ilmiahnya berpotensi terjadinya sesuatu, artinya dari sudut kebencanaan sudah bisa diketahui potensinya.

Ada tiga hal penting dalam persoalan bencana itu.

Pertama, Pemerintah sebagai pemegang otoritas Kebijakan, Perencana Pembangunan, Pengendali Pekerjaan Umum, Kebijakan anggaran Nasional dan Daerah, serta pencetak Regulasi semua persoalan, melekatlah ratusan kewenangan karenanya.

Kedua, Unsur Masyarakat sebagai Pemilik Negara ini, pengguna dan penerima manfaat dari sarana dan prasarana yang dikelola Pemerintah ini diperlukan partisipasinya, sebagai gayung bersambut kebijakan Pemerintah.

Ketiga, Unsur Bumi sebagai tempat dari segala sumber daya alam yang melimpah seakan tanpa batas, menyediakan segala macam kebutuhan manusia untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran manusia di dalam menjalankan hidup dan kehidupan.

Aktivitas Meningkat, Gunung Agung Bali Kembali Erupsi, Zona Bahaya Berada di Radius 4 kilometer (Instagram/goedebawa)

Ketiganya adalah siklus yang saling membutuhkan.

Meskipun bumi atau alam ini mempunyai otoritas untuk marah-marah, batuk-batuk atau bahkan meluluh lantakkan isi segala isinya, sebagai tanda peringatan bahwa manusia dengan seenaknya mengekploitasi bumi tanpa memikirkan keberlangsungan bumi, tetap saja bumi ini menyediakan segala kebutuhan manusia tanpa batas.

Dan bahkan penuh keikhlasan dan kasih sayang kepada manusia, bumi mempersilakan kepada manusia untuk memprediksi potensinya, bisa dikelola dengan baik dengan membuat kisi-kisi mitigasi kepada semua manusia yang berpotensi menjadi sasaran marah-marah atau batuk-batuk atau meluluhlantakkan isi bumi itu.

Perlakuan dan mitigasi sejak awal sejatinya bisa dilakukan, oleh semua tingkat pemerintahan mulai dari RT, RW, Desa atau Lurah, Camat, Kabupaten atau Kota, Provinsi, dan Pemerintah pusat.

Regulasi sudah mengatur peran pusat dan daerah ini secara tegas, seperti yang diatur dalam psal 5 UU no 24 tahun 2007 yang berbunyi “Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana”.

Ketentuan diatas memberikan garis yang jelas bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai peran yang sepadan.

Apalagi di dalam pasal 7 ayat (1) menentukan: Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

Kesaksian Nelayan Lihat Gelombang Tsunami Setinggi 15 Meter Terjang Pemukiman Warga (Megapolitan kompas)

a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;
c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan
bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihakpihak internasional lain;
e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana;
f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan
g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala nasional.

Mitigasi sudah selayaknya dilakukan sebagai bagian dari kebijakan bagi daerah-daerah yang diperkirakan dan berpotensi terjadinya Bencana.

Memang terjadinya bencana tidak bisa dijelaskan secara pasti, namun dari beberapa pakar baik pakar di zaman sekarang maupun pakar di zaman belanda ketika menjajah Indonesia dulu, sudah pernah memperkirakan dalam peta-peta kerawanan, lokasi yang berpotensi terjadinya bencana tertentu, seperti banjir, gempa bumi, maupun daerah patahan atau lempengan bumi.

Saat itu sudah ada kebijakan tidak dijinkan dibangun perumahan atau apapun yang ditempati penduduk, karena dikawatirkan adanya kebencanaan tertentu.

Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penangulangan Bencana harus mulai ditengok oleh para Penyelenggara Negara atau Aparatur Pemerintah yang wilayahnya diperkirakan atau berpotensi terjadinya kebencanaan.

Bisa dibayangkan ketika aparatur pemerintah daerah cuek terhadap ketentuan tersebut diatas, disaat terjadinya bencana, seperti kebakaran jenggot, yang berusaha memadamkan kebakaran tersebut sekonyong-konyong, tergopoh gopoh, ada kalanya tidak tahu apa yang harus diperbuat, ketika musibah terjadi, sarana prasarana luluh lantak, korban mencapai ratusan atau bahkan ribuan, alat komunikasi mati, jalur untuk evakuasi hancur.

Sementara sistem mitigasi dan pencegahan, mulai dari perencanaan pembangunan, rencana anggaran dll belum pernah dilakukan, bahkan dirancang saja tidak.

Risk Analysis dan Risk Asesment kebencanaan harus dibuat oleh pemerintah di daerah yang mempunyai potensi kebencanaan, sebagaian bagian dari manajemen resiko baik kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana.

Baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, juga soal anggarannya.

Kebijakan soal mitigasi, pemetaan potensi, pemetaan perijinan pembangunan, pemetaan kependudukan, SOP kedaruratan, Rehabilitasi medis maupun sosial, Sistem Komando Pengendalian Lapangan dari petugas-petugas terpadu, jalur-jalur evakuasi, tempat evakuasi.

Juga sistem komunikasi, sistem logistik, pembuatan peta kerawanan, mekanisme kerja DVI, Rumah Sakit, Sistem Peringatan dini, Status Kedaruratan, penentuan daerah merah, daerah kuning dan daerah hijau, dll.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini