Oleh : Petrus Selestinus *)
OPERASI tangkap tangan KPK terhadap Ketua Umum PPP Rommy dkk., yang terjadi pada tanggal 15 Maret 2019 saat Pemerintah dan Masyarakat sibuk menyiapkan diri menghadapi pemilu 2019 yang tinggal 31 (tiga puluh satu) hari, membuktikan bahwa KPK tetap "on the track" menjalankan tugas dan kewajibannya.
Begitu juga Presiden Jokowi tetap melaksanakan tugas pemerintahan dan tugas-tugas lainnya sebagai Capres 2019, tanpa halangan apapun.
Artinya KPK murni menjalankan tugas UU begitu pula Presiden juga tidak mempolitisasi pelaksanaan tugas KPK termasuk dalam OTT KPK terhadap Rommy.
Presiden Jokowi tidak bergantung kepada KPK dan sebaliknya KPK-pun tidak bergantung kepada Presiden dalam pelaksanaan tugas-tugas konstitusional masing-masing.
OTT Ketua Umum PPP Sdr. Rommy jelas membawa dampak positif tidak saja bagi KPK akan tetapi juga bagi Presiden Jokowi dan seluruh rakyat Indonesia.
Kekhawatiran sejumlah pihak bahwa OTT KPK terhadap Rommy, Ketua Umum PPP sebagai Partai Politik dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin akan berpengaruh menurunkan elektalibilitas Capres-Cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin, hal itu tidak benar.
Publik justru mengapresiasi pimpinan KPK dan Jokowi sebagai pemimpin yang tetap konsisten menjaga "independensi" KPK, sesuai dengan jaminan yang diberikan oleh UU.
Baca: Dukung Jokowi-Ma’ruf, Slank Tegaskan Gerakan #BarengJokowi Non Partai
Meskipun efek Elektoral dan Elektabilitas Capres-Cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin akan terus bertambah tinggi, akan tetapi hal itu tidak ada hubungannya dengan OTT KPK, karena ini memang tugas KPK, apalagi PPP sendiri menyikapi OTT KPK ini sebagai sesuatu hal yang positif dan tetap mendukung dan menghormati KPK memproses hukum lebih lanjut.
KPK sudah berkali-kali memberikan garansi bahwa dalam bertindak KPK tidak akan terpengaruh dengan proses politik,baik selama pilkada maupun pemilu dan pilpres 2019.
Bagi KPK penindakan yang dilakukan pada masa pemilu merupakan pendidikan politik yang baik terutama dalam membangun sistem penegakan hukum dan demokrasi yang berkeadilan dalam rangka menciptakan aparatur negara yang bersih dan bebas dari KKN.
Prospek pemberantasan korupsi di masa yang akan datang akan tetap mendapat dukungan penuh dari publik, karena KPK ikut bertanggung jawab dalam melahirkan pemimpin lokal dan nasional yang bersih dan bebas dari KKN, yang hingga saat ini belum berhasil.
Hanya di era Jokowi, pemberantasan korupsi terus berlanjut tanpa intervensi dan tanpa ada kebijakan penundaan melakukan proses hukum ata alasan Pemilu Legislatif maupun Pilpres.
Artinya di era Jokowi penegakan hukum ditempatkan di atas segala kepentingan lain, kawan atau lawan diperlakukan sama, terlebih-lebih independensi KPK tidak dikurangi sedikitpun.
OTT terhadap Ketua Umum PPP Rommy dkk di Surabaya merupakan bukti yang kesekian kalinya bahwa di era Jokowi setiap institusi penegak hukum tetap dipercaya menjalankan peran dan fungsinya secara bertanggung jawab tanpa ada intervensi apapun juga.
Baca: Ini Kesaksian Seorang Pedagang Sebelum Ketum PPP Romahurmuziy Ditangkap KPK
Jika di era SBY pola penindakan dimulai dari pinggir atau motode makan bubur panas (dari hilirnya), maka di era Jokowi pola pemberantasan korupsi dimulai dari hulunya yaitu yang disasar adalah pucuk pimpinan Partai Politik, anggota dan pimpinan DPR, DPD RI dan DPRD dan juga pimpinan Lembaga Tinggi negara lainnya.
Karena itu keliru besar jika ada penilaian sejumlah pihak bahwa OTT KPK terhadap Ketua Umum PPP Sdr. Rommy akan berpengaruh negatif terhadap elektoral dan/atau elektabilitas Jokowi dalam pilpres dan pileg.
Justru pengaruhnya sangat positif tidak saja terhadap Presiden Jokowi akan tetapi juga terhadap KPK sendiri.
KPK tetap memperlihatkan performanya yaitu selalu "on the track" terutama tetap menjaga mahkotanya yaitu independensinya, tanpa bisa dipengaruhi oleh kekuasaan manapun.
Ini tentu sangat baik bahkan jauh lebih baik dari Polri dan Kejaksaan yang mengambil kebijakan untuk tidak memproses hukum mereka yang ikut dalam konstetasi pilkada, pemilu maupun pilpres.
*) Koordinator TPDI, Advokat Peradi