Perang di Sosmed
Meski tertib dan rapi dalam hal pemasangan baliho, pilpres di Ukraina kali ini tetap hiruk pikuk dan gaduh di ranah sosial media. Prabowo Himawan, orang Indonesia yang merantau ke Ukraina sejak 1994 menggambarkan sosial media pilpres di Ukraina juga saling serang. Kritik para pendukung menjadi santapan rutin.
Ya sebelas dua belas dengan istilah cebong dan kampret di tanah air.
Alan Maulana mahasiswa jurusan Hubungan Internasional Ekonomi Bisnis di National Aviation University Kyiv, Ukraina berkomentar bahwa suasana pilpres di kampusnya adem ayem saja. Anak muda asal Banten yang sudah 3 tahun bermukim di Kiev berkisah bahwa kawan kawannya di kampus cenderung lebih fokus belajar.
"Saya pernah ngobrol dengan teman ngomongin pilpres di Ukraina. Kawan saya itu cenderung tertutup dan tidak begitu tertarik membahas pilpres di negaranya," ujar Alan yang boleh jadi merupakan satu satunya mahasiswa berkebangsaan Indonesia yang kuliah di Kiev.
Adapun Marina Kirilchuck asli Ukraina yang pernah kuliah di jurusan Master Manajemen Universitas Padjajaran dan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung memprediksi pilpres Ukraina akan berlangsung dalam dua putaran. Menurut Marina kemunculan Volodymyr Zelensky membawa angin segar bagi kalangan yang menginginkan perubahan.
"Zelensky sangat populer di kalangan anak muda, dia berpotensi meraup suara kaum millenials," ungkap Marina yang fasih berbahasa Indonesia.
Tunaikan Janji Kampanye
Ukraina dan Indonesia dua negara yang nyaris bersamaan menentukan dan menetapkan presidennya (31 Maret dan 17 April 2019).
Kita tentunya berharap pilpresnya berlangsung aman, tertib dan juga adil. Siapa pun yang terpilih, di masing masing negara kiranya segera menunaikan janji janji kampanyenya. Bagaimanapun, pilpres semestinya pesta demokrasi yang menggembirakan. Namun kerap menguras energi serta melahirkan faksi permusuhan, mencederai persahabatan sesama dan juga dampak negatif lainnya.
Tapi saya teringat usulan mantan Dubes RI di Ceko Prof Dr Salim Said di ILC tv One, bahwa ada baiknya masa jabatan presiden dibuat sekitar 7 sampai 8 tahun dengan satu kali masa jabatan saja. Artinya dalam setiap konstestasi petahana tak boleh lagi ikut bertanding. Ini akan mereduksi hiruk pikuk karena kandidat yang akan bertarung akan sama posisi "startnya".
Malam ini di Kurma, sebuah restoran khas Georgia, di jantung Kota Kyiv Dubes Yuddy dan HOC Gatot Amrih pun menepati janjinya mentraktir saya.
Kami memesan sup borsch, roti kachapuri, serta sepotong bebek goreng dan ayam panggang, ditemani potongan jagung rebus. Perlahan saya menghunus sambel terasi dari Indonesia yang sudah saya selipkan di kantong jaket.
Tak pelak, lidah kami pun berdansa. Bebek goreng dan ayam panggang sungguh maknyus dengan sambel terasi shacetan. Saat malam menjelang larut dan gerimis tipis mulai turun, makan malam ini kami sudahi.
Tegukan teh herbal dengan sentuhan madu dan jeruk, sebagai penghangat badan saat suhu mendekati 2 derajat celcius melahirkan sensasi yang berbeda. Obrolan pilpres pun kami sudahi.
Selamat malam dari Kiev.
Penulis mantan wartawan, pecinta kuliner dan aktivis teater