Komunitas Indonesia memang beragam, namun adab santun, peduli, toleran dan kompromistis (musyawarah mufakat), melekat pada semua komunitas.
Baca: Sebar Kebahagiaan Bersama 5.000 Anak Negeri dan Kaum Dhuafa
Semua itu tak boleh dibiarkan hilang oleh perkembangan dan perubahan zaman sekali pun, karena dinamika dan perkembangan perilaku masyarakat Indonesia haruslah tetap berpijak pada akal sehat.
Momentum Ramadhan
Karena kebisingan akhir-akhir ini bersumber dari isu kecurangan Pemilu, masuk akal jika masyarakat berharap masing-masing kubu kekuatan politik menahan diri, bahkan menghentikan aksi saling tuduh itu sepanjang periode hari besar keagamaan.
Publik yang peduli berharap Bulan Suci Ramadhan 1440 H tahun ini bisa menjadi momentum pemulihan hubungan baik antarkomunitas yang selama ini terpaksa berseberangan karena beda sentimen politik.
Pemulihan itu hendaknya diawali dengan kesadaran bersama untuk berhenti menyemburkan ujaran kebencian, berhenti saling tuduh, berhenti saling ancam, dan tidak lagi membuat pernyataan provokatif. Pada periode bulan suci ini, semua kekuatan politik patut peduli dan menghormati masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah Puasa Ramadhan.
Agar masyarakat fokus dan khusyuk, ruang publik hendaknya bersih dari segala sesuatu yang berpotensi menganggu atau merusak kesakralan bulan suci Ramadhan.
Sudah barang tentu tidak akan dipersalahkan jika masing-masing kubu kekuatan politik terus bergiat mengumpulkan bukti-bukti kecurangan. Namun, setiap temuan hendaknya disikapi dengan perilaku yang elegan, tanpa harus memancing atau mengoyak emosi publik.
Sebab, soal kecurangan tidak akan bisa diselesaikan dengan mengoyak emosi publik. Perkara kecurangan itu pada akhirnya harus diselesaikan oleh institusi berwenang menurut undang-undang. Masyarakat hendaknya tidak perlu dilibatkan terlalu jauh, setelah mereka melaksanakan kewajiban menggunakan hak pilih pada 17 April 2019 lalu.
Baca: Gorengan, Makanan Berlemak dan Banyak Mengandung Garam Sebaiknya Dihindari Selama Ramadan
Mengapa imbauan untuk menahan diri perlu dialamatkan kepada kekuatan-kekuatan politik yang terus menyoal ada-tidaknya kecurangan pada Pemilu 2019? Sebab, masyarakat pada umumnya sudah beranggapan Pemilu 2019 sudah berjalan dengan baik, aman dan lancar. Memasuki periode bulan suci Ramadan 1440 H, masyarakat bahkan sudah mengubah fokus.
Tidak lagi pada isu seputar Pemilu, melainkan melakukan berbagai kegiatan untuk menyongsong bulan suci. Artinya, publik akar rumput sudah move on. Seharusnya, para aktor politik pun sudah bisa move on seperti halnya publik akar rumput.
Baca: Menang Rasa Kalah, Kalah Rasa Menang
Banyak upaya di berbagai daerah telah dijalankan untuk memulihkan hubungan baik antarkomunitas. Untuk tujuan itu, beragam cara atau tradisi dipraktikan bersama tanpa melihat perbedaan pilihan politik.
Dan, momentum bulan suci Ramadan 1440 H banyak dipilih warga untuk mempersatukan dan memperbaiki kerusakan yang terjadi akibat beda pilihan politik.
Di Banjarnegara, Jawa Tengah, masing-masing tim sukses saling memberi perangkat salat, sebagai ungkapan rasa syukur karena Pemilu 2019 di Banjarnegara berjalan dengan lancar dan damai.
Setiap tempat atau wilayah berupaya dengan pendekatan tradisinya masing-masing. Misalnya, tradisi santap daging bersama di Aceh, Pawai Obor di Jawa Barat, tradisi Gerebek Apem di Jombang, tradisi Dhandangan oleh Warga Kudus, permainan Bola Api di Cileunyi, Bandung, tradisi Padusan di Boyolali, dan acara megengan di Ponorogo.
Baca: Masjid Raya Gantiang, Masjid Tertua di Padang Perpaduan Arsitektur Minang, Cina Hingga Persia
Di Jakarta Barat, upaya pemulihan dilakukan dengan acara silaturahmi para ulama dan umaro se-Jakarta Barat. Semua ini sengaja disebutkan untuk menunjukan kepada semua elite politik bahwa publik akar rumput sudah move on; dari sebelumnya isu tentang Pemilu, kini sedang menghayati Ibadah Puasa Ramadan.