Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat
TRIBUNNEWS.COM - Jer basuki mawa bea, keberhasilan memerlukan biaya.
Untuk berlaga pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01, petahana Presiden Joko Wdodo-KH Maruf Amin harus mengeluarkan anggaran kampanye sedikitnya Rp 601 miliar dari Rp 606 miliar yang berhasil dikumpulkan.
Pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno mengeluarkan anggaran kampanye sedikitnya Rp 211,5 miliar dari Rp 211,5 miliar yang berhasil dikumpulkan.
Pada Pilpres 2014, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla mengeluarkan dana kampanye sedikitnya Rp 294 miliar dari Rp 312,4 miliar yang berhasil dikumpulkan, dan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Hatta Rajasa mengeluarkan dana kampanye sedikitnya Rp 166,5 miliar atau 100% dari dana yang berhasil dikumpulkan.
Itu semua belum termasuk dana kampaye dan sosialisasi yang tidak tercatat, termasuk dugaan money politicsĀ (politik uang), yang diyakini jauh lebih besar lagi.
Untuk pilpres, setiap pasangan calon diperkirakan memerlukan anggaran hingga Rp 10 triliun.
Sementara itu, anggaran yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan Pilpres 2019 dan Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 yang digelar serentak pada 17 April 2019 tak kurang dari Rp 25 triliun.
Itulah biaya yang harus dikeluarkan untuk memilih presiden-wakil presiden. Lantas, bagaimana hasilnya?
Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (27/6/2019) malam membacakan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Prabowo-Sandi selaku pemohon kepada KPU selaku termohon dan Jokowi-Maruf selaku pihak terkait.
Dalam amat putusan yang dibacakan Ketua MK yang juga Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman, MK menolak seluruh permohonan pemohon. Dengan putusan ini, pasangan Jokowi-Maruf tetap sebagai pemenang Pilpres 2019, sebagaimana keputusan KPU.
Hasil rekapitulasi KPU yang ditetapkan pada Selasa (21/5/2019), suara Jokowi-Maruf memang unggul atas Prabowo-Sandi. Jumlah perolehan suara Jokowi-Maruf mencapai 85.607.362 atau 55,50% suara, sedangkan perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50% suara.
Sesungguhnya putusan MK tersebut sudah bisa ditebak sejak berlangsungnya proses persidangan, di mana pihak penggugat tak mampu menyajikan buksi-bukti dan saksi-saksi yang meyakinkan, apalagi mematahkan bukti-bukti dari KPU maupun bukti-bukti dan saksi-saksi dari pihak terkait.
Sebab itu, kita patut apresiasi Majelis Hakim MK yang sudah mengambil putusan sesuai fakta-fakta di persidangan. Soal adil, itu relatif. Bagi yang kalah, putusan itu tentu tak adil, dan sebaliknya bagi yang menang, putusan itu tentu adil.