News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Putusan Pilpres MK, Pertama dan Terakhir

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kuasa Hukum pasangan nomor urut 02 Pilpres 2019, Denny Indrayana berikan keterangan mengenai argumen hukum yang digunakan dalam gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019, di sebuah kantor, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019)

Oleh: Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara,
Advokat Utama Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY)

TRIBUNNEWS.COM -  Sejak putusan Mahkamah Konstitusi soal Pilpres 2019 selesai dibacakan pada tanggal 27 Juni 2019, ada satu pertanyaan yang konstan ditanyakan kepada saya:

Apakah ada upaya hukum lain untuk menyoal hasil Pilpres 2019?

Sekilas saya bisa jawab: TIDAK ADA.

Namun, untuk menguatkan pendapat hukum itu, saya secara serius tetap membaca lagi UU Pemilu—dan UUD 1945.

Saya sisir lagi pasal-pasal yang terkait sengketa administrasi, proses, dan hasil pilpres.

Kesimpulan saya sama:

Setelah putusan MK soal sengketa Pilpres 2019, tidak ada lagi upaya hukum lain yang bisa dilakukan untuk menyoal hasil Pilpres 2019.

Baca: Reaksi Yusril tentang Prabowo-Sandiaga Ajukan Permohonan Sengketa Pilpres ke MA

Tahapan pilpres 2019 sudah selesai, tinggal menyisakan satu tahapan akhir, pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih di hadapan Sidang Umum MPR.

Meskipun saya tidak sepakat dengan putusan dan pertimbangan-pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi, tetapi sebagai putusan yang pertama dan terakhir (final and binding), maka tidak ada pilihan lain kecuali menghormati dan melaksanakannya.

Hukum kita memang masih perlu banyak perbaikan, sehingga kita tidak jarang sulit menerima suatu putusan peradilan, tetapi menolak dan tidak menghormati putusan peradilan (termasuk Mahkamah Konstitusi) karena kita tidak sepakat, bukan sikap yang akan memperbaiki keadaan penegakan hukum—tetapi justru akan menambah buruk dan kecaunya penegakan hukum itu sendiri.

Mengapa sengketa hasil pilpres 2019 tidak bisa dibawa ke luar Mahkamah Konstitusi.

Karena, masing-masing peradilan punya kompetensi absolut peradilannya sendiri-sendiri.

Soal sengketa konstitusionalitas hasil pilpres 2019, apakah pilpres sudah dilaksanakan sesuai prinsip konstitusi Luber, Jujur dan Adil, adalah kewenangan MK untuk memutuskannya, bukan lembaga lain, bukan Bawaslu, bukan pula Mahkamah Agung.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini