Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat
TRIBUNNEWS.COM - Soal kata, lidah bisa berbohong. Soal rasa, lidah tak pernah berbohong.
Maka begitu sang nyonya rumah menghidangkan nasi goreng spesial, bakmi Jawa dan bakwan, sang tamu pun langsung menyantapnya dengan lahap.
Hidangan itu dimasak dengan racikan bumbu istimewa langsung oleh sang nyonya rumah.
Sang tamu pun langsung melontarkan pujian. Klop. Antara kata dan rasa seiring seirama.
Itulah gambaran pertemuan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019).
Soal hidangan, tak ada dusta di antara keduanya.
Di luar hidangan, apakah ada dusta di antara Megawati dan Prabowo? Fakta ini tampaknya perlu disajikan.
Megawati dan Prabowo pernah berpasangan sebagai calon presiden-wakil presiden dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2009.
Namun keduanya dikalahkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono yang meraih 60% suara.
Pasca-Pilpres 2009, hubungan keduanya dikabarkan retak. Musababnya ialah Perjanjian Batu Tulis yang mereka tanda tangani di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat.
Dalam akad itu, Prabowo beroleh hak mengatur ekonomi Indonesia dan menunjuk 10 menteri jika mereka menang pilpres.
Sedangkan Megawati berjanji mendukung Prabowo di Pilpres 2014. Faktanya, Megawati dan PDIP justru mengusung Joko Widodo yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta pada Pilpres 2014.
Begitu Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, Partai Gerindra langsung mengambil sikap oposisi bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS).