Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat
TRIBUNNEWS.COM - Isu amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kembali mengemuka setelah Kongres V PDI Perjuangan di Bali pekan lalu merekomendasikan amandemen terbatas konstitusi. Amandemen sebatas menyangkut Majelis Permusyawaratan (MPR) RI agar ditetapkan sebagai lembaga tertinggi negara, serta dikembalikan kewenangannya untuk menetapkan UUD dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pihak lainnya mengusulkan amandemen yang lebih luas, yakni mengembalikan pula kewenangan MPR untuk memilih dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.
Ada pula yang ekstrem, yang mengusulkan amandemen menyeluruh dengan kembali ke UUD 1945 asli yang disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), lembaga semacam MPR, pada 18 Agustus 1945 atau sehari setelah Indonesia merdeka.
UUD 1945 asli tersebut tak lain adalah yang didekritkan Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 setelah Indonesia sempat menerapkan sistem parlementer dengan UUD Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) dan UUD Sementara (UUDS) atau UUD 1950.
Pertanyaannya, quo vadis (mau dibawa ke mana) UUD 1945? Sejak 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku UUD RIS, dan sejak 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS atau UUD 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR RI pada 22 Juli 1959.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan RI.
Sebelum dilakukan amendemen, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh yakni 16 bab, 37 pasal, dan 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan empat kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Sekali lagi, quo vadis UUD 1945? Bila kembali ke UUD 1945 asli atau yang disahkan pada 18 Agustus 1945 dan yang didekritkan Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 maka akan terjadi perubahan revolusioner dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, yang kewenangannya mengambil sebagian kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, akan bubar. Begitu pun Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) yang kewenangannya mengambil sebagian kewenangan Mahkamah Agung (MA).
Dewan Pertimbangan Agung (DPA), yang kini fungsinya digantikan Dewan Pertimbangan Presiden (DPP), akan dihidupkan kembali. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pun akan kembali dilakukan MPR, tak lagi langsung oleh rakyat seperti yang terjadi sejak 2004.
Memang, sejak hasil empat kali amandemen UUD 1945 diberlakukan, kerap terjadi sengketa kewenangan antar-lembaga negara, misalnya antara DPD dan DPR, serta antara MK, KY dan MA.
Begitu pun pemilihan presiden (pilpres) secara langsung berimplikasi pada pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung pula yang terjadi sejak 2004 setelah lahirnya undang-undang otonomi daerah dan undang-undang pemilu, meskipun di dalam konstitusi tak ada keharusan pilkada dilakukan secara langsung.