Pendukung film nasiobal harus berani menyambut takdirnya dengan gagah perkasa. Tak boleh menyerah. Harus smart. Harus tangguh. Harus mampu bersaing.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh, sudah saat kembali ada bioskop yang khusus memutar film nasional. Tak peduli ada film asing yang sedang booming atau tidak, di bioskop ini seluruhnya diputar film nasional. Biarkah film nasional bersaing, baik dengan sesama film nasional maupun dengan film asing.
Bagaimana kalau rugi? Boleh jadi awalnya kemungkinan memang rugi. Tapi kompetisi bakal menghasilkan daya tahan yang kuat.
Kompetisi bakal melahirkan pelaku-pelaku yang tangguh. Lewat kompetisi akan lahir juga resep-resep film nasional yang laku. Juga akan muncul momentum-momentum yang penting.
Di sinilah negara harus hadir. Negara jangan hanya jadi penonton yang bengong belaka. Kita tak menuntut negara berpihak ke film nasional, karena sudah terbukti puluhan tahun negara hampir tak pernah berpihak kepada film nasional.
Apalagi melindungi film nasional. Biarpun negara sudah diberikan amunisi UU Perfilman, negara masih seperti orang linglung tak tahu mau berbuat apa, setidaknya tidak terlihat ingin berbuat lebih dari yang selama ini terlibat.
Kita memang ingin negara hadir, tetapi tak usahlah mengharapkan terlalu banyak dulu.
Lalu? Kita hanya ingin negara hadir dengan memikirkan keuntungan dari film nasional secara cerdik. Smart. Kita juga menghatap negara hadir dengan proposional dalam semua hal.
Pajak masuk film asing harus disesuaikan dengan biaya produksi film mereka. Selama ini pajak film asing seakan diberi keringan. Kalau zaman sileluit, pajak impor film dihitung per sentimer panjang, sekarang dihitung per copy dengan dasar yang sangat lemah.
Walhasil pajak film impor dihitung teramat sangat murah! Dari segi bisnis, selama ini negara sudah dirugikan begitu banyak.
Kemudian, negara juga harus tegas tidak boleh ada politik dumping harga. Berapa biaya produksi film asing? Seharusnya dengan biaya begitu tinggi mereka tidak boleh “jual” karcis sama dengan karcis film nasional yang biaya produksi jauh lebih kecil.
Harga tiket film asing harus lebih tinggi. Kalau dengan harga dumping seperti sekarang, negara telah bertindak tidak adil. Negara juga sudah dirugikan amat banyaaaakkkk. Itu sama saja artinya negara tidak hadir.
Banyak lagi jalan agar kehadiran negara lebih bermakna untuk film nasional. Negara harus punya niat dan strategi bisnis. Sebagai barang dagangan, negara tidak perlu khawatir memperlakukan film asing juga dari aspek dagangan.
Dari aspek bisnis. Dari aspek pemasukan buat negara.
Tanpa upaya yang berarti, Joker akan terus merajalela. Joker akan terus membuat kita stress. Joker bakal senantiasa menertawakan kita....*
(WINA ARMADA SUKARDI,Kritikus Film)