Seorang dokter spesialis sport mengatakan kepada saya, tatkala atlet sudah tidak memiliki stamina yang cukup lagi, sudah hampir pasti mereka bakal tampil seperti “orang bodoh.”
Makanya, kata dokter itu, tidak mengherankan kalau yang sudah tidak punya stanina yang cukup, pemain akan salah melakukan operan bahkan memberikan bola kepada lawan, ya seperti orang bodoh.
Kesadaran pribadi pemain Indonesia untuk menjaga dan meningkatkan ketahanan fisik juga sangat rendah.
Untuk memenuhi latihan fisik yang “pas badrol” saja mereka sudah sering tidak antusias, konon lagi menambah porsi latihan secara pribadi agar memiliki kelebihan fisik pribadi.
Baca: Sepuluh Kelemahan Kesebelasan Nasional Indonesia (Bagian 2)
Jangankan seperti Ronaldo yang secara sukarela selalu menambah porsi latihan yang diberikan, dan hasilnya sampai usia 34 tahun Ronaldo masih punya stamina yang luar biasa, pemain Indonesia tak ada semangat menjaga fisiknya.
Jadinya, waktu bermain mereka keteteran. Alasan fisik pemain Indonesia melorot karena jadwal kompetisi klub, itu alasan omong kosong aja.
Justru harusnya keteraturan kompetensi sebaliknya akan mampu membuat daya tahan pemain terjaga. Sesungguhnya yang terjadi memang stamina pemain Indonesia bukanlah stamina standar altlet.
Padahal dalam ukuran internasional, standar fisik yang dibutuhkan lebih tinggi lagi. Konsukuensinya, jurang ketahanan fisik pemain Indonesia dengan pemain asing makin lebar aja dan buntut-buntutnya Indonesia mengalami kekalahan demi kekalahan.
Ke depan, kalau Indonesia mau memiliki kesebelasan yang tangguh, harus ada perubahan mendasar dan besar-besaran terhadap fisik pemain.
Kalau tidak perubahan signifikan, untuk menang saja susah, apalagi untuk menjadi juara, tinggal impian belaka.
Baca: Bikin Heboh Hadir ke Istana Ternyata Tanpa Undangan Jokowi, Ini Pengakuan Tetty Paruntu
Tanpa ketahanan fisik yang kuat, sehebat apapun strategi pelatih dan sedahsyat apapun dukungan penonton, tetap sia-sia. Tanpa memiliki stamina yang kuat, kita tidak dapat mengharapkan apapun dari kesebelasan nasional Indonesia.
(4) Pengaruh Biasa Main Kasar di Kompetisi Lokal
Perhatikan pemain Indonesia, sering terlihat kasat mata melakukan pelanggaran dan mendapat kartu kuning dari wasit, bahkan terkadang kartu merah.
Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan, untuk tidak mengatakan “budaya,” pemain Indonesia dalam kompetisi lokal.
Sudah biasa terjadi pada kompetisi klub-klub lokal, pemain kita tampil cenderung kasar, tetapi lantaran wasit takut kepada penonton dan panitia, pelanggaran itu dibiarkan saja.