News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Omnibus Law Cipta Kerja

Menimbang Manfaat dan Mudarat Demo Buruh dan Omnibus Law Cipta Kerja

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Anwar Budiman SH MH, Praktisi Hukum/Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.

Kedua, ini memang bulan suci Ramadan di mana umat Islam menunaikan ibadah puasa, termasuk buruh dan aparat keamanan yang menjaga aksi.

Meski dalam puasa diperintahkan untuk bersabar, tapi di lapangan hal tersebut akan sulit diwujudkan.

Aksi demo berpotensi ricuh bahkan chaos. Lagi-lagi, rakyatlah yang akan dirugikan. Buruh adalah rakyat.

Aparat keamanan seperti Polri dan TNI juga rakyat. Bila mereka berbenturan, rakyatlah yang akan menjadi korban.

Itulah mudarat dari aksi demo yang kemungkinan akan digelar buruh. Sedangkan dalam persepsi buruh, aksi itu akan membawa manfaat bagi mereka, yakni dihentikannya pembahasan RUU Omnibus Law yang akan merugikan posisi buruh.

Lalu, apa mudaratnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja, sehingga buruh ngotot menolaknya? Di mata buruh, ada beberapa poin penting yang akan merugikan kaum buruh.

Pertama adalah masalah upah. Masalah upah ini akan menghapus upah minimum kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten (UMSK).

Berkaitan dengan upah, Omnibus Law itu mengatur pemberian upah berdasarkan jam kerja.

Pengusaha bisa membayar buruh secara jam-jaman jika buruh bekerja di bawah 40 jam. Hal ini akan menjadi peluang para pengusaha untuk membayar buruh lebih murah.

Omnibus Law Cipta Kerja juga tidak mengatur sanksi yang diberikan kepada perusahaan yang tidak memberikan hak buruh. Hal ini justru akan membuat semakin banyak perusahaan yang tidak memberikan hak buruhnya.

Lalu soal pesangon, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur ketentuan pesangon, namun di dalam Omnibus Law kondisi ini dikurangkan.

Omnibus Law itu juga memperbolehkan perusahaan mempekerjakan outsourcing (alih daya) dan pekerja kontrak tanpa batasan waktu dan jenis pekerjaan. Hal ini bisa merugikan seluruh kaum buruh.

Jam kerja juga tidak diatur dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Buruh juga menolak diperbolehkannya tenaga kerja asing (TKA) tanpa batasan bidang pekerjaan.

Sebab itu, buruh tidak hanya mendesak penghentian pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, tetapi juga mencabut RUU itu dan kemudian memulai pembahasan dari nol dengan melibatkan buruh di samping pemerintah dan pengusaha.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini