Oleh Willem Wandik, S.Sos *)
TRIBUNNEWS.COM - Tidak mengejutkan, jika kita membaca ekonomi Jepang telah secara resmi masuk dalam resesi ekonomi.
Pukulan terberat bagi Jepang, yang merupakan salah satu negara industri terbesar di Asia adalah menurunnya permintaan produk industri asal Jepang akibat pembatasan aktivitas ekonomi masyarakat, yang sebagian besar melakukan lock down di rumah secara massal yang terjadi diseluruh Jepang dan diseluruh dunia.
Menyadari negaranya masuk dalam resesi, Perdana Menteri Shinzo Abe secara perlahan membuka pusat pusat bisnis di sebagian "Prefectures" dengan pengendalian Covid yang terbilang baik dan mempertahankan penutupan pusat bisnis di sebagain "Prefectures" yang memiliki angka penularan yang masih tinggi.
Jika Jepang secara resmi mengalami resesi, bagaimana nasib Indonesia saat ini?
Keadaan ekonomi Indonesia di sepanjang kuartal keempat Tahun 2019 kemarin sampai kuartal pertama 2020 tidaklah sedang baik-baik saja.
Baca: Detik-detik Bahar bin Smith Ditangkap Lagi, Sempat Ajak Petugas Merokok Sebatang: Saya Nggak Kabur
Baca: Dikira Sehat, 4 Pasien Positif Corona di NTT Disambut Ritual Adat, 88 Warga Jalani Rapid Test
Baca: Ramalan Zodiak Rabu, 20 Mei 2020: Aries Sibuk dengan Pasangan, Taurus Belanja Besar-besaran
Keadaan seperti ini "tampak" alamiah ketika melihat GDP rate Indonesia yang bernilai negatif (-1,76%) pada Quartal keempat Tahun 2019.
Sebab di kuartal yang sama pada tahun 2018 juga GDP rate Indonesia bernilai negatif (-1,69) yang lebih rendah dibandingkan progress di tahun 2019.
Namun, ketika memasuki kuartal pertama Tahun 2020, Indonesia menerima "buku raport" GDP ratenya yang justru semakin "shrank"/menyusut menjadi negatif (-2,41%).
Yang seharusnya, kondisi defisit pertumbuhan (rate) ini, semakin mengecil jika melihat grafik "timeseries" GDP Indonesia selama 5 Tahun terakhir (2015 - 2019). Lalu ada apa dengan keadaan ekonomi Indonesia di Tahun 2020 ini?
Dari indikator perekonomian nasional disepanjang kuartal Pertama 2020, penyumbang negatif pertumbuhan terdiri dari "household consumption/konsumi rumah tangga" sebesar negatif -1,97%, belanja pemerintah/government spending turun drastis menjadi negatif (-44,2%), dan investasi turun menjadi negatif (-7,89).
Namun, penilaian resmi Pemerintah Indonesia dalam menjusment GDP nasional, selama ini menggunakan pengukuran GDP annual, bukan GDP rate.
Padahal GDP rate lebih reliable mengukur pergerakan pertumbuhan secara real time yang dapat di pantau dari "month over month".
Dalam statistik GDP annual, tercatat pertumbuhan GDP Indonesia masih "tersisa" positif 2,97% lebih rendah dibandingkan laporan terakhir di 2019, mencapai 4,97%. Melalui Menkeu, UU APBN yang ditetapkan oleh Pemerintah bersama DPR, target GDP annual Indonesia ditetapkan sebesar 5,3%.