News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Kandasnya Indonesia Menjadi Acuan Harga Timah Dunia

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Edu Lemanto, Direktur Eksekutif LKIP & Mahasiswa Program Doktoral Humanity and Social Science, PFUR, Moscow-Rusia.

Anjuran mereka pada dasarnya sejalan dan satu visi-misi dengan kemarahan Jokowi dalam hal mafia Migas.

Di balik kemarahan yang bersifat “ekonomis” itu, terdapat kemarahan yang bersifat kenegaraan, tepatnya soal “kedaulatan negara”.

Impor Migas tinggi tak hanya menandai terkoyaknya kedaulatan energi, tetapi juga kedaulatan negara.

Sama halnya di balik dualisme harga timah terdapat masalah dikoyaknya wajah negara di mata dunia. Dari situ bisa dibaca bahwa mafia di negeri ini sudah, sedang akan terus membentuk imperium yang kuat.

Jokowi idealnya marah karena menguatnya imperium; jaringan parasit dan predator yang melibatkan (perusahaan-perusahaan) negara, partai politik hingga istana.

Imperium Mafia?

Masalah dualisme bursa timah nasional dan mafia impor Migas di atas mengingatkan kita pada anatomi relasi antara kejahatan terorganisir dengan negara.

Jean Briquet dan Gilles Favarel (editor), dalam Organized Crime and States: The Hidden Face of Politics (2010), menjelaskan sebab utama kehancuran negara.

Kerusakan negara dalam segala bidang (sosial, budaya, ekonomi dan lainnya) bersumber dari kejahatan terorganisir.

Pemainnya adalah negara, pebisnis-pebisnis nakal-egois, dan politisi.

Intimidasi keras itu pun secara implisit membongkar daya rusak dari simbiosis trisula kekuatan tiga entitas.

Pertama, imperium mafia yang bersifat predatoris terhadap bangsa dan negara.

Kedua, BUMN-BUMN yang (seharusnya) menjadi penopang utama perekonomian negara tetapi justru (kerap) menjadi parasit bagi negara.

Ketiga, (kedaulatan) negara yang terus dihimpit dan digencet di antara predatorisme entitas pertama dan parasitisme entitas kedua tersebut.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini