Oleh: Indra Charismiadji*
Kisruh PPDB DKI 2020 yang sampai menimbulkan unjuk rasa para orang tua yang anaknya tidak diterima di sekolah negeri, mewarnai media massa dan perbincangan masyarakat pada tiga minggu terakhir.
Berulang kali saya diundang untuk memberikan pandangan baik media televisi, radio, cetak, maupun daring, untuk menjelaskan filosofi dari kebijakan zonasi yang mengubah dari menggunakan nilai sebagai penentu penerimaan peserta didik baru, menjadi menggunakan jarak (zona) dimana untuk DKI Jakarta menambahkan faktor usia sebagai variabel penyaringan.
Pada dasarnya problematika ini muncul akibat kurang terbukanya akses pendidikan di Indonesia, walaupun APBN untuk pendidikan sudah lebih dari 500 triliun.
Hal ini bisa kita lihat dari Angka Partisipasi Murni (APM) nasional tahun 2019 masih menunjukkan hampir 40% anak Indonesia usia SMA/K, 30% anak usia SMP, dan hampir 3% anak usia SD yang belum bersekolah.
Dan lebih dari 100 ribu anak putus sekolah menurut Neraca Pendidikan Daerah Kemendikbud. Angka-angka tersebut belum termasuk kondisi tahun ini yang pasti menjadi lebih buruk karena adanya pandemi covid-19.
Sekolah Piagam (Charter School) sebagai solusi
Dalam upaya mencari solusi permasalahan tersebut, pembukaan Sekolah Piagam atau Charter School sepertinya dapat menjadi sebuah alternatif cepat dan hemat bagi semua pihak.
Sekolah Piagam adalah sekolah yang dikelola pihak swasta namun pembiayaannya 100% berasal dari pemerintah.
Sekolah ini menawarkan pelayanan pendidikan formal mulai dari kelas 1 sekolah dasar sampai dengan kelas 12 sekolah menengah atas/ kejuruan tanpa pungutan kepada peserta didik sama sekali.
Sekolah piagam tunduk pada peraturan pemerintah, namun aturan-aturannya cenderung lebih longgar dibandingkan sekolah negeri tradisional.
Dana yang diberikan dihitung berdasarkan jumlah peserta didik yang bersekolah, mirip dengan kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), namun ditingkatkan jumlahnya anggarannya menjadi Biaya Operasional Sekolah alias secara penuh biaya operasional ditanggung pemerintah.
Sekolah jenis ini dapat dibuka oleh orang tua, guru, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, kelompok nirlaba, perusahaan, atau bahkan organisasi pemerintah.
Sekolah Piagam dapat memberikan konsep pendidikan umum atau ditujukan untuk siswa yang membutuhkan metode pembelajaran alternative secara khusus. Misalnya anak-anak berkebutuhan khusus atau difabel.