OLEH : NURHADI RANGKUTI, Purbakalawan
PU Prapanca menyebut karyanya tentang perjalanan Hayam Wuruk itu Desawarnnana, yang pada intinya memuat uraian tentang desa-desa yang dikunjungi Hayam Wuruk.
Sayang, judul itu telah dilupakan umum, dan sekarang lebih populer dengan sebutan Nagarakretagama, berkat kolophon terbitan Dr JLA Brandes: Iti Nagarakretagamasamapta, pada tahun 1896.
Nama populer itu ternyata tambahan penyalin sesudah Prapanca, yaitu Arthapamasah yang disalin dalam huruf Bali di Kancana pada 20 Oktober 1740.
Naskah Nagarakretagama ditemukan di puri Cakranegara di Pulau Lombok pada 1894.
Pungging memang Pongging
“Mula-mula melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah. Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat Kanci Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkaja memanjang bersambung-sambungan Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu Hanyar letaknya di tepi jalan.”
Nama-nama tempat yang disebutkan dalam Nagarakretagama pupuh 17 itu memang harus dicari di daerah Mojokerto.
Niermeyer mengindentifikasikan Tebu adalah Tepus, letaknya di sebelah timur Majapahit (Trowulan). Nama Japan, menurut profesor itu sudah tidak dapat ditemukan dalam peta.
Baca: Menelusuri Jalur Pelesir Raja Agung Majapahit Hayam Wuruk (1)
Namun nama itu masih disebut penduduk walaupun pada tanggal 12 September 1838 daerah itu menjadi bagian dari daerah Mojokerto.
Kuti Haji tidak lain adalah Kutorejo yang letaknya di bagian baratdaya Mojosari. Kutorejo sekarang telah menjadi desa dan kota kecamatan.
Panjrak Mandala boleh jadi adalah desa Panjer yang juga terletak di Mojosari. Niermeyer yakin, Pongging sudah jelas itu Pungging, sebuah desa besar yang kini menjadi kecamatan Pungging.
Tim Hiace mencoba menelusuri beberapa nama yang diidentifikasikan Niermeyer lebih dari 85 tahun yang lalu.
Dengan panduan peta topografi, tim meluncur ke Desa Sumbertebu, Kecamatan Bangsal. Para penduduk sudah tidak mengetahui lagi nama Tebu, yang tercantum dalam peta terbitan tahun 1943.