KH Embay Mulya Syarief yang lahir di Pandeglang, 4 Maret 1952, paham benar ada masa ketika bangsa ini menghadapi saat-saat yang begitu sulit untuk sekadar mengeyam pendidikan yang layak. Terlebih bagi mereka yang tinggal di pelosok daerah bahkan Banten, pada masa lampau, yang jaraknya hanya puluhan km saja dari pusat ibu kota negeri ini.
Ia beruntung karena orang tuanya H. Syarif Hidayat dan Hj. Hindun sangat sadar arti pentingnya menuntut ilmu sehingga senantiasa menekankan Embay agar bersekolah setinggi-tingginya meski sesulit apapun keadaan. Tekad Embay pun tak perpatahkan, ia yang selalu haus untuk belajar tak puas hanya menempuh pendidikan umum namun memperkuat sekolah agamanya di tingkat dasar.
Embay lulus bersamaan dari SDN VI Serang dan Madrasah Ibtidaiyah pada 1965. Berlanjut SMP N I Serang dan Madrasah Tsanawiyah pada 1968. Pesan orangnya terus terngiang untuknya bahwa investasi di bidang ilmu pengetahuan menjadi dasar yang kuat untuk membangun dan mewujudkan cita-cita. Maka ia melanjutkan sekolah ke SMA I Serang hingga lulus pada 1971.
Bagi masyarakat Banten kala itu, pendidikan masihlah merupakan kemewahan. Sehingga ketika ada kesempatan untuk meneruskan kuliah, Embay justru terbakar semangatnya. Sembari bekerja ia meneruskan pendidikan di Akademi Ilmu Administrasi Maulana Yusuf Banten hingga selesai pada 1978.
Embay dibesarkan dalam keluarga yang kental dengan budaya Banten. Haji Syarif Hidayat, ayah dari Embay, sejak dahulu dikenal sebagai jawara atau pendekar dan pejuang kemerdekaan dari Ciomas. Maka tidak heran, Haji Embay memiliki beberapa aliran pencak silat dari Cimande, Gagak Lumayung, Terumbu, dan Bandrong.
Haji Syarif juga memiliki hubungan dekat dengan Haji Chasan Shohib, salah satu jawara penting dan juga orang tua dari Ratu Atut Chosiyah. Bahkan lantaran kedekatan itu pula Haji Embay pernah dipercaya oleh Chasan Shohib untuk bekerja dalam bisnis pertanian dan kontraktor infrastruktur.
Dalam perjalanan berpikirnya yang terbuka, Embay semakin terasah jiwa kewirausahaannya dan ketertarikannya yang begitu besar pada sektor ekonomi dan bisnis terutama konstruksi.
Haji Embay pun merintis sebuah perusahaan konstruksi yang bernama PT Berkah Saputra. Kegigihannya membawa perusahaan tersebut menerima banyak pekerjaan pembangunan konstruksi dari Krakatau Steel.
Seiring dengan perkembangan bisnisnya, Haji Embay juga aktif dalam berbagai organisasi usaha seperti KADIN Kabupaten Serang. Pelebaran usaha bisnis pun dilakukan dengan masuk dalam perbankan syariah melalui pendirian Bank Syariah Baitul Muawanah. Sejak saat itu, Haji Embay lebih banyak berperan sebagai komisaris beberapa perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan perbankan syariah.
Ia menikah dengan perempuan asal Banten bernama Munawwaroh dan memiliki 5 orang anak yakni, Yusuf Munawar, Aryadila, Meirina, Teguh, dan Ruli.
Aktif Berorganisasi
Di luar bisnisnya, pemikiran dan fokusnya pada dunia pendidikan tetap terbersit kuat. Hal itu kemudian ia wujudkan dalam kehidupan sosialnya saat berorganisasi. Salah satunya yang paling menjadi fokusnya yakni saat menjadi menjabat sebagai Ketua Bidang Ekonomi PB Mathla'ul Anwar (PBMA).
Seiring itu, Embay juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan yang lain yang tidak lain sebagai salah satu caranya untuk mengedukasi masyarakat dan memuliakan pendidikan.
Beberapa catatan perjalanan berorganisasinya di antaranya Ketua Panitia Persiapan Penerapan Syariat Islam Indonesia Banten (P3SIB), Sekjen Majelis Musyawarah Masyarakat Banten (M3B), Ketua GP Farmasi Provinsi Baten, Ketua Kadin Kabupaten Serang, Komandan Gerakan Anti Komunisme, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Serang, dan Ketua MUI bidang pengembangan ekonomi Islam Provinsi Banten.
Sebelumnya pada tahun 1998, Haji Embay pernah menjabat Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kabupaten Serang.
Perjalanan Haji Embay tak berhenti di situ. Sebagai sosok pembelajar ia kerap kali tampil di belakang layar untuk banyak hal termasuk memiliki peran penting bersama tokoh Banten lain seperti Aminudin Kiai Ibrahim dalam memastikan pembentukan Provinsi Banten pada tahun 1999.
Bersama Aminudin Kiai Ibrahim, Haji Embay meminta kepada Presiden BJ Habibie datang ke Pandeglang dan meminta restu untuk pembentukan Provinsi Banten, Pembentukan Universitas negeri di Banten, Pembentukan Kota Cilegon, dan pembentukan kabupaten-kabupaten di Banten Selatan.
Bahkan penolakannya dalam ikut serta berbagai proyek pemerintahan yang diinisiasi Haji Chasan membuktikan kalau ia tidak ingin memanfaatkan hubungan kedekatan tersebut. Secara eksplisit Haji Embay selalu menyampaikan keresahannya dalam politik uang yang dilakukan oleh politisi dalam mendapatkan kursi di DPRD. Bahkan Haji Embay dijuluki “Jawara Putih” karena ia berada dalam barisan terdepan dari kelompok yang mengontrol pemerintahan di Banten.
Haji Embay memang lebih banyak bekerja politik di belakang layar. Sebab menurutnya, seperti itulah layaknya seorang pemulia pendidikan sejati.
Seperti contoh, ia membantu pemenangan Ahmad Taufik Nuriman sebagai Bupati Serang dalam Pilkada 2005 dan mendukung Taufiequrachman Ruki dalam pemilu DPD pada tahun 2009. Ia secara terang-terangan telah menolak tawaran berbagai partai politik untuk maju sebagai kandidat di pilkada. Namun terakhir, ia tak kuasa menolak tawaran Rano Karno dalam mendampingi beliau di Pilkada Banten 2017.
Saat ini ia tetap aktif sebagai Anggota Majelis Amanah Mathla'ul Anwar (2015-2020) dan terus berkhidmat di organisasi yang telah ia abdi selama bertahun-tahun sebelumnya itu.
Di luar semua itu, Embay tetaplah dengan paradigma terkuatnya bahwa pendidikan adalah satu hal yang harus diinvestasikan bangsa ini bagi generasi penerusnya. Pendidikan menjadi kunci untuk membuka peluang kemajuan dan membawa bangsa ini keluar dari kegelapan, minnadzulumati ilan nur, dari kegelapan menuju cahaya.
Terberkatilah Sang Pemulia Pendidikan...