Oleh: PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI
TRIBUNNERS - KPK patut diduga telah membiarkan ketidakpastian status Azis Syamsuddin (AS), Wakil Ketua DPR RI, dalam Penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi suap Tanjungbalai, Sumut yang melibatkan AS.
Sebagaimana KPK dan Dewas KPK sudah merelease dugaan keterlibatan AS, membentuk opini dan menciptakan spekulasi publik tentang keterlibatan AS dalam upaya menghambat tugas KPK dalam penyidikan dan penuntutan perkara korupsi.
KPK sudah merelease bahwa M. Syahrial, Robin Pattuju, Maskur Husen dan AS, disebut-sebut bersama-sama melakukan pertemuan di Rujab Wakil Ketua DPR RI AS, mengatur skenario dan besaran uang suap, untuk diberikan kepada Robin Pattuju dengan tujuan menghambat penyidikan perkara jual beli jabatan yang sedang ditangani KPK.
Tetapi mengapa hingga saat ini, hanya 3 (tiga) pelaku yaitu Syahrial, Robin Pattuju dan Maskur Hasain yang ditetapkan menjadi tersangka?
Baca juga: Azis Syamsuddin dan Eks Penyidik KPK Bersaksi di Sidang Wali Kota Nonaktif Tanjungbalai
Bahkan perkara tersangka M. Syahrial berkasnya sudah masuk persidangan Pengadilan Tipikor Medan, sementara AS belum dipastikan statusnya dan pemeriksaannya lamban.
Perkembangan selanjutnya, dalam persidangan Terdakwa Syahrial, terungkap fakta-fakta hukum-baik dari keterangan Saksi Robin Pattuju maupun keterangan Terdakwa Syahrial- bahwa inisiatif mempertemukan Syahrial sebagai pihak yang terkait kasus korupsi yang sedang ditangani KPK dengan Robin Pattuju sebagai Penyidik KPK adalah AS.
Dan itu dilakukan di Rujab Wakil Ketua DPR RI, AS di Kuningan, Jakarta Selatan.
Padahal baik AS, Robin Pattuju maupun Syahrial tahu atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa peristiwa mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung antara orang yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK, tanpa alasan yang sah, merupakan perbuatan yang dilarang hukum.
Muncul rekayasa Post Factum
Fakta-fakta baru mulai terungkap ketika AS diperiksa sebagai Saksi dalam perkara korupsi a/n. Terdakwa Syahrial pada tanggal 27 Juli 2021, menerangkan pernah memberikan pinjaman uang Rp. 200 juta kepada Robin Pattuju.
Pemberian pinjaman itu diduga dalam rangkaian misi Robin Pattuju yang diminta Syahrial untuk mengamankan perkara Syahrial soal jual beli jabatan yang sedang dalam proses pemeriksaan di KPK.
Dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, baik dari keterangan Saksi Robin Pattuju, Saksi AS maupun Terdakwa Syahrial, diperoleh fakta bahwa di Rujab Wakil Ketua DPR AS, telah terjadi beberapa peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi.
Baca juga: Peran Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam Dugaan Suap Penyidik KPK Diungkap Jaksa
Peristiwa itu antara lain :
Pertama, terjadi hubungan langsung atau tidak langsung antara Penyidik KPK dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK; Kedua, ada upaya untuk menghambat dan bahkan menggagalkan penyidikan dan penunutan perkara korupsi: dan Ketiga, peristiwa suap sebesar Rp.1, 4 Miliar yang diterima Robin Pattuju dari Syahrial untuk mengamankan perkara, semuanya tidak lepas dari peran sentral AS.
Sebagai akibat dari sikap mengulur-ulur waktu untuk penindakan, maka saat ini muncul rekayasa dalam bentuk "post factum" sebagai modus untuk menyangkal fakta-fakta hasil penyidikan, sebagaimana keterangan AS di bawah sumpah ketika menjadi Saksi untuk Terdakwa Syahrial di Pengadilan Tipikor Medan.
Ketika itu dirinya menyebut bahwa memberikan Rp. 200 juta kepada Robin Pattuju sebagai pinjaman, padahal selama penyidikan dan pemeriksaan Dewas KPK tidak terungkap.
Malahan jumlah pemberian uang kepada Robin Pattuju berbeda jumlah antara temuan Penyidik hanya sebesar Rp. 1,4 miliar sedangkan temuan Dewas KPK yaitu sebesar Rp. 3,15 miliar yang mengalir ke Robin Pattuju dan Maskur Husain.
Post Factum ini pada gilirannya akan mengacaukan fakta-fakta hasil penyidikan KPK bahkan hasil pemeriksaan Dewas KPK yang sudah direlease tanggal 2 Juni 2021, bahwa total dana yang diterima oleh Robbin Pattuju dari Syahrial sebesar Rp. 10 Miliar, dengan perincian antara lain, Robin menerima dari AS sebesar Rp.3,15 mililar, di mana sebanyak Rp. 2,55 miliar diberikan kepada Maskur Husain.