Dengan dasar berpikir itu, maka mari kita tinjau beberapa pernyataan sejumlah pihak.
Remisi bagi Bahar patut dicabut.
Tidak. Sekali lagi, kekerasan dalam penjara adalah fenomena. Dan Bahar telah dinilai sebagai napi dengan risiko rendah.
Bahwa Bahar menjadi agresif, tampaknya ada sesuatu yang memprovokasi sedemikian ekstrem yang datang dari lingkungan sekitarnya.
Bahwa Ryan dikabarkan babak belur, ya ini tak lain karena Bahar ternyata lebih kuat dalam benturan tersebut--konsekuensi logis dan alami yang ada pada setiap perkelahian.
Semua pihak yang cedera harus diobati. Perkelahian berikutnya harus dicegah agar tak berulang lagi.
Masukkan Bahar dan Ryan ke dalam satu sel agar silaturahim membaik.
Jangan lupa, subjek yang diperbincangkan ini bukan orang biasa yang hidup bertetangga di kampung halaman yang sama di wilayah yang elok dan permai dengan siulan burung yang berlompatan dari satu pohon ke pohon lain di pagi hari.
Perlakuan terhadap Bahar dan Ryan harus diselenggarakan secara spesifik dan optimal sesuai hasil penakaran risiko dan kebutuhan.
Menyatukan dua napi, padahal mereka memiliki dua tingkat risiko yang berbeda sangat tajam, bukanlah langkah yang terbenarkan.
Tingkat pengamanan terhadap mereka pun harus dibedakan, dengan pengamanan maksimal dikenakan bagi napi yang berisiko sangat tinggi.
Menyatukan napi berisiko rendah dan napi berisiko tinggi ke dalam satu sel justru dikhawatirkan akan menghilangkan efek rehabilitasi yang sudah berlangsung pada diri napi berisiko rendah.
Membiarkan mereka 'bersilaturahmi' di ruang sel yang sama bahkan membahayakan keselamatan napi yang berisiko rendah.
Gesekan antara Ryan dan Bahar patut dibawa ke ranah pidana.