Tentunya tujuan utamanya adalah apabila filosofi tersebut di implementasikan ke berbagai praktik ekonomi maka akan membawa kepada pencapaian kesejahteraan dan keselarasan ekonomi maupun sosial masyarakat.
Keadilan dalam pandangannya adalah kesetaraan antara hak-hak individu, umum dan negara. Premisnya adalah jika kepentingan pribadi bertentangan dengan kepentingan umum, maka yang harus di dahulukan adalah kepentingan umum itu sendiri.
Sehingga kepentingan umum merupakan kepentingan prioritas diatas segala kepentingan yang lain.
Dalam membahas sumber pendapatan dan keuangan Negara, Abu Ubaid sangat menentang gagasan tentang pendistribusian zakat yang harus dikelola secara merata terhadap yang berhak menerima zakat.
Dalam hal ini Abu Ubaid mengadopsi prinsip setiap orang adalah menurut kebutuhannya masing-masing.
Abu Ubaid mengkategorikan tiga kelompok berdasarkan sosial-ekonomi terkait status muzaki dan mustahik zakat. Kelompok pertama adalah golongan Aghniya atau orang kaya. Golongan ini adalah pihak yang harus mengeluarkan zakat.
Kelompok kedua adalah golongan menengah, yang mana golongan ini bukanlah sebagai mustahik maupun muzaki.
Kelompok yang ketiga adalah golongan mustahik, yang berhak menerima zakat.
Abu Ubaid berpendapat perlunya mengimplementasikan peran keadilan pada tatanan administrasi masyarakat. Kaum Badui atau masyarakat desa menurut Abu Ubayd tidak berhak mendapat bagian dari manfaat pendapatan fa’i seperti kaum urban.
Hal ini disebabkan tidak adanya keikutsertaan kaum Badui dalam melaksanakan kewajiban pemerintahan.
Meskipun demikian, pada kesempatan tertentu kaum Badui dapat pula mengklaim pendapatan fa’i. Adapun yang menjadi kelebihan masyarakat kota menurut Abu Ubayd adalah pihak yang ikut serta mengelola pemerintahan yang berkaitan dengan administrasi negara.
Masyarakat kota juga dianggap paling bertanggung jawab menjaga dan memperkokoh persatuan dan kesatuan pertahanan negara melalui pengorbanan jiwa dan raga bahkan harta mereka sekalipun.
Selanjutnya masyarakat kota pada saat itu menyelenggarakan sistem pendidikan al-Qur’an dan Al-Sunnah serta menyebarkan keunggulan kualitas isinya.
Abu Ubayd juga menganggap masyarakat kota mengedepankan nilai-nilai partisipati demi terwujudnya keselarasan sosial melalui pemberlakuan hudud. Terakhir, Abu Ubayd berpendapat bahwa masyarakat kota menjadi suri tauladan dalam hal universalisme umat.