News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Menghormati Tamu dan Budaya Pesantren

Editor: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KH. Imam Jazuli

Menghormati Tamu dan Budaya Pesantren.

Oleh : KH. Imam Jazuli, Lc.MA.

TRIBUNNEWS.COM - Ada banyak penjelasan dari hadist Nabi SAW mengenai kemuliaan dan keutamaan bagi mereka yang menghormati tamunya. Menghormati tamu adalah bagian dari komitmen keimanan. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya,” (HR. Bukhari).

Nabi SAW sangat menghormati tamunya. Tidak saja dalam pelayanan, bahkan Nabi SAW sangat menjaga perasaan si tamu. Ada kisah dimana Rasulullah SAW kedatangan tamu yang membawa kurma.

Entah karena standar yang rendah soal kematangan kurma yang dipakai tamu tersebut atau karena kurang diseleksi, ternyata kurma yang dihadiahkan ke Rasulullah SAW tersebut belum masak. Tentu rasanya masih masam.

Para sahabat yang berada tidak jauh dari situ menunggu-nunggu kapan dipanggil oleh Rasulullah untuk ikut menikmati kurma tersebut karena memang biasanya seperti itu. Dari pandangan mata para sahabat tersebut, Rasulullah SAW menunjukkan bahasa tubuh yang menikmati kurma itu sehingga si tamu itu merasa sangat senang.

Sampai akhir tidak satu pun sahabat yang dipanggil Rasulullah untuk ikut menikmati kurma itu. Setelah tamu itu pergi barulah para sahabat mengetahui bahwa kurma yang diberikan si tamu masih agak belum enak untuk dikonsumsi.

Itulah sekilas contoh bagaimana Rasulullah SAW menghormati tamunya.

Di kalangan ulama tasawuf, ada kisah yang sangat populer terkait menghomati tamu ini. Kisah itu pernah terjadi pada seorang ulama besar, namanya Syekh Hatim Al-‘Asham yang wafat pada 237 H. Kenapa beliau sampai dijuluki “Al-‘Asham” atau yang tuli?

Al-kisah, suatu hari beliau kedatangan tamu. Ulama besar ini memang telah mewakafkan dirinya untuk urusan publik. Artinya, rumah beliau memang terbuka untuk umum guna menemukan pembahasan dan penyelesaian urusan publik.

Suatu hari, seorang tamu perempuan datang. Tamu itu ingin mendapatkan pencerahan seputar problem yang dihadapi. Perempuan itu menceritakan persoalannya, tapi karena perutnya tidak beres, perempuan itu kentut di ujung ceritanya.

Ulama besar itu paham apa yang dirasakan perempuan yang tengah punya problem itu. Selain marah kepada dirinya juga malu dan sangat malu karena telah kentut di hadapannya. Apa yang dilakukan Syekh Hatim terhadap tamunya?

Syekh Hatim menunjukkan bahasa tubuh seolah-olah tidak terganggu dengan apa yang terjadap tamu perempuan itu. Dan ketika si tamu bertanya, Syekh Hatim minta agar pertanyaannya dikeraskan supaya si tamu berkesimpulan bahwa beliu tidak mendengar kentunya.

Sejak saat itulah beliau mendapat julukan ulama yang “tuli” atau lebih tepatnya berpura-pura tidak mendengar untuk menjaga aib tamunya.

Para kiai sepuh kita dari dulu sampai hari ini telah mencontohkan bagaimana menghormati dan memuliakan tamu, meski tidak semua tamu yang datang punya niat terhormat dan mulia. Tamu model apa yang tidak diterima oleh Gus Dur?

Gus Dur menerima tamu dari sahabatnya sampai musuhnya. Dari kaya sampai orang miskin. Dari orang yang paling bahagia sampai yang paling menderita. Dari kalangan manapun diterima Gus Dur. Ketika ditanya kenapa beliau begitu terbuka untuk melayani segala macam tamu yang datang, Gus Dur menjawab bahwa yang menggerakkan hati para tamu itu untuk menemuinya adalah Allah SWT.

Akhlak Gus Dur dalam menerima tamu banyak dikaitkan dengan teladan dari sang kakek, yaitu KH. Hasyim Asya’ri. Rumah Kiai Hasyim Asy’ari setiap hari tidak pernah sepi dari tamu. Jumlahnya dari puluhan hingga ratusan dan semua diperlakuan istimewa sehingga masing-masing tamu merasa dekat dengan beliau.

Itulah gambaran sekilas bagaimana Islam menyuruh umatnya memperlakukan tamu. Menghormati tamu adalah kewajiban dalam agama. Bahwa dalam menghormati tamu tersebut tetap berlaku untuk menempatkan husnudz dzon dan su’udz dzon di konteksnya masing-masing, ini juga perintah dari agama.

Tamu-tamu di Bina Insan Mulia

Pesantren Bina Insan Mulia kerap dihadiri banyak tamu. Para tamu datang dari dalam dan luar negeri. Ada yang datang dari Malaysia, Mesir, Libanon, Oman, Amerika, Turki, India, Singapore, dan masih banyak lagi.

Para tokoh dari dalam negeri juga banyak yang sudah mengunjungi Pesantren Bina Insan Mulia. Ada tamu dari kalangan kiai atau tokoh agama. Antara lain, Kiai Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU, Abah Anom, Mursyid Thoriqoh Majlis Tawajjuh Indonesia, Gus Miftah, GusYusuf Chudlori, Gus Fahrur Rozi, Kiai Yusuf Mansur, Gus Rozin, putra Kiai Sahal Mahfud, Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah Prof. KH. Asep Saefuddin Chalim, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan di ruang terbatas ini.

Para cendekiawan, akademisi, dan birokrat juga banyak yang telah datang ke Pesantren Bina Insan Mulia. Mas Ulil Abshar Abdalla, Prof. Dr. Maksoem Mukhtar, Prof. Dr. Amin Haedari, dan beberapa tokoh terkemuka yang tidak bisa disebutkan di sini.

Kalangan masyayikh dari Timur Tengah juga sudah banyak yang datang ke Pesantren Bina Insan Mulia. Antara lain: Mursyid Tarekat Syadziliah dari Al-Azhar University, Kairo, Syaikh Dr. Elsayyid Amin Ahmad Yaqub, Syekh Fadhil al-Jaelani, Syekh Zakariya Moh al Marzuq dari Universitas Al Azhar Mesir, Syekh Mohammad al Basyouni dari Universitas al Azhar Mesir
dan lain-lain.

Sebagai bentuk penghormatan kepada para tamu sekaligus pengenalan lebih dalam terhadap berbagai kekayaan Cirebon, Pesantren Bina Insan Mulia menyiapkan rangkaian layanan. Para tamu biasanya menginap di president suite hotel Luxton atau Aston sesuai jadwal.

Para tamu kemudian diajak berwisata kuliner ke tempat-tempat yang menjadi kekhasan Cirebon, seperti empal gentong, nasi jamblang, dan aneka macam seafood khas Cirebon. Agenda biasanya berlanjut ke ziarah ke makam Sunan Gunung Djati, Masjid Keramat, Kuwu Sangkan, dan lain-lain. Bahkan untuk beberapa tamu yang masih leluasa waktunya berada di Indonesia, mereka diajak untuk menikmati sensasi offroad Bukit 1000 Bintang Kuningan dan ke tempat-tempat wisata exotis lainnya.

Dari kalangan pejabat publik juga sudah banyak yang datang. Antara lain TGB Zainul Majdi, Gubernur NTB 2008-2018, Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Menteri Ketenagakerjaan RI, Ibu Ida Fauziyah, Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid dan masih banyak lagi tokoh politik nasional yang bersilaturahmi ke Pesantren Bina Insan Mulia.

Belajar dari para kiai sepuh dulu, saya menerapkan penyambutan yang standar. Setelah para tamu tersebut saya terima di rumah, para tamu kemudian saya ajak untuk bertemu para santri. Di sinilah para tamu tersebut berbicara, menyemangati para santri, dan bertukar pemikiran.

Pesantren Bina Insan Mulia juga kerap mendatangkan artis ibu kota dan band pengiring untuk menghibur para santri dan masyarakat sekitar. Antara lain: Nikita Mirzani, Charli Van Houten, Inka Christie, lady rocker era 90-an, Mel Sandy, Lia Afi, Rumput Laut Band, Fix Band, dan lain-lain.

Saya kerap mengundang banyak artis, klub mobil, klub motor, seniman, dan semisanya itu sebetulnya untuk saling membuka komunikasi. Terutama bagaimana pesantren itu dipahami oleh teman-teman kita tersebut. Jangan sampai keberadaan pesantren disalahpahami atau mereka tak memahami pesantren karena tidak ada yang memulai untuk membangun komunikasi.

Di dunia ini banyak ketegangan terjadi, praktik saling menghakimi terjadi atau saling menjauhi terjadi karena urusan komunikasi. Dekat dan jauhnya jiwa manusia satu sama lain kerap kali bukan soal jarak, tapi karena soal komunikasi.

Tamu dan Pendidikan Santri

Secara umum, para tamu merupakan kesyukuran yang luar biasa bagi Pesantren, bagi saya, dan bagi para santri. Dengan kehadiran para tamu itu berarti saya ber-husnudzon bahwa Pesantren Bina Insan Mulia itu diakui di luar sana.

Pengakuan adalah hal yang luar biasa bagi kami meskipun perjuangan Bina Insan Mulia tidak tergantung kepada pengakuan, pujian, dan hinaan orang. Kami terus berjuang di wilayah pendidikan ini sesuai dengan prinsip, tujuan, dan strategi yang kami pilih.

Kehadiran para tamu menjadi motivasi bagi santri di kelompok-kelompok tertentu. Cita-cita santri pasti beragam karena mereka datang dari keluarga yang berbeda-beda. Ada yang ingin menjadi kiai, ilmuwan, professional, pebinis, politisi, dan lain-lain di masyarakat.

Dengan semua cita-cita itu tentu para santri butuh referensi. Para tamu yang datang kepada Pesantren Bina Insan Mulia dapat mereka jadikan salah satu referensi dari cita-cita itu.

Tamu juga menjadi kebanggan para santri. Tugas pesantren adalah mencipatakan rasa bangga di hati para santri dengan bersekolah di Bina Insan Mulia. Secara psikologi, kebanggan itu akan memberikan rasa harga diri (self-esteem) dan rasa percaya diri (self confidence) yang bagus bagi para santri.

Berbagai riset dalam pendidikan menyimpulkan bahwa self-esteem yang bagus dapat memberikan pengaruh yang cukup maksimal terhadap harapan, tingkah laku, dan penilaian individu yang berkaitan dengan dirinya maupun orang lain.

Rasa bangga juga terkait dengan kepercayaan diri. Kepercayaan diri yang saya maksudkan di sini adalah keyakinan santri bahwa dia akan menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat dan sukses dalam mengembangkan diri setelah keluar dari Pesantren Bina Insan Mulia ini.

Dalam berbagai penelitian dapat dijelaskan di sini bahwa santri atau pelajar yang kepercayaan dirinya bagus ternyata lebih berpeluang untuk berhasil dalam belajarnya. Motivasinya bagus, daya tahannya tinggi, dan cita-citanya juga bermakna bagi hidupnya.

Ini agak berbeda dengan pelajar atau santri yang kepercayaan dirinya rendah. Untuk belajar, gairahnya rendah. Prestasinya juga kemungkinan rendah. Daya tahannya juga rendah. Karena itu, Pesantren Bina Insan Mulia sangat serius melakukan berbagai upaya agar kepercayaan diri para santri terus meningkat.

Selain menjadi kebanggan, kehadiran para tamu adalah relasi bagi Pesantren Bina Insan Mulia ini. Pesantren punya banyak peranan, misi, dan fungsi yang harus dimainkan. Kami terus berkomitmen untuk memberikan layanan pendidikan sebaik mungkin kepada para santri, kepada para guru, dan kepada seluruh keluarga Pesantren.

Di sisi lain, Pesantren Bina Insan Mulia juga memainkan peranan-peranan sosial di luar pendidikan santri, yaitu ikut terlibat dalam pembangunan bangsa dan juga umat ini. Dan ini tidak bisa dilakukan oleh Pesantren Bina Insan Mulia sendiri. Harus mencari wasilah dan mencari teman.

Salah satu wasilah yang penting dalam perjuangan adalah relasi dan koneksi pemikiran supaya langkahnya sama. Dengan kebersamaan itu, maka cita-cita besar Bina Insan Mulia yang sama dengan cita-cita besar dari pesantren lain atau tokoh lain bisa digerakkan.

Sebuah perjuangan yang besar pasti membutuhkan praktik saling tolong menolong, pasti membutuhkan sinergi, pasti membutuhkan barisan yang kokoh, sebagaimana diajarkan Allah SWT dalam al-Quran.

Allah SWT menyuruh kita bekerjasama dalam kebajikan. “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya,” (al-Maidah: 2).

Allah SWT juga menuruh kita untuk membentuk barisan dalam perjuangan. “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh,” ( QS. as-Saff: 4).

Allah SWT juga menyuruh kita untuk menemukan wasilah (perantara). "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung," (QS. al-Maidah: 35).

Meski demikian, pesatren Bina Insan Mulia tetap memiliki koridor. Menghormati tamu adalah wajib, namun dimana-mana pasti ada koridor. Dan itu sudah biasa, alias sudah maklum bagi semua orang.

Bahkan Bina Insan Mulia juga sudah mulai mengundang alumninya yang telah berkiprah di masyarakat untuk berbicara. Terutama terkait dengan apa yang penting ditemukan di Bina Insan Mulia, adaptasi di luar, dan sharing pengalaman.

*) Penulis adalah pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Bina Insan Mulia 2 Cirebon. Pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. Penulis merupakan alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; juga alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; dan alumnus Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini