Dari Zaitunah untuk Dunia dan Budaya Tidak Berhijab di Tunisia
Catatan Perjalanan KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*
TRIBUNNEWS.COM - Hari itu, Kamis (15/12/2022) cuaca di Tunisia hangat. Sehangat batin kami. Kenapa?
Kami sedang dalam perjalanan dari Gedung Kedubes Indonesia menuju Universitas Zaitunah, Tunisia. Tujuan utamanya tidak lain berjumpa tokoh besar, Rektor Universitas Zaitunah Prof. DR. Abdul Latif Bouazizi.
Tentu saja itu akan menjadi momen berharga bagi kami. Setidaknya kesempatan emas untuk berdialog seputar ilmu pengetahuan Islam, mahasiswa Indonesia di Zaituna serta MOU antara Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon dan Zaituna University Tunisa di bidang pendidikan.
Momen tersebut jauh lebih berharga lagi, karena kehadiran Gus Dubes Zuhairi Misrawi di tengah-tengah kami. Gus Dubes memiliki kecintaan mendalam terhadap ilmu pengetahuan.
Suasana siang itu, di dalam ruang rektor, semakin bergairah. Diskusi di antara kami bertiga semakin mendalam. Secara garis besar, topik pembicaraan mengalir mulai dari prestasi universitas Islam tertua tersebut, kondisi Mahasiswa Indonesia di Zaituna dan kerjasama Zaituna dengan lembaga pendidikan di Indonesia, khususnya Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon.
Baca juga: Tunisia, Sejarah dan Pengaruh Revolusi Melati pada Dunia Arab
Adakah peluang bagi alumni-alumni Zaituna nantinya mewarnai diskursus keislaman di Nusantara? Bagaimana tidak. Itu sangat mungkin.
Produk pemikiran para alumni Universitas Zaitunah menjadi konsumsi publik di Indonesi. Sebut saja beberapa tokoh besarnya; Ibnu Khaldun, Tahar Haddad, Abdul Aziz Tha'alabi, Abul Qasim Echebbi, dan Ibnu Asyur.
Nama-nama tersebut merupakan intelektual kelahiran Universitas Zaitunah, yang pemikirannya mengguncang dunia. Termasuk Indonesia. Bagaimana bisa?
Pertama-tama, kita bisa melihat sosok Ibnu Khaldun. Ia seorang sejarawan muslim yang sekaligus disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi, dan ekonomi.
Buku berjudul Makaddimah karya Ibnu Khaldun akan terus diperbincangkan oleh ilmuan Indonesia, karena berhasil memotret sejarah masa lampau Nusantara.
Ada juga Tahar Haddad. Ia adalah sesosok pahlawan nasional, tokoh feminis, dan revolusioner di Tunisia. Walaupun ia tidak begitu populer seperti Ibnu Khaldun, bukan berarti tidak dikenal sama sekali di kalangan ilmuan muda Indonesia.
Silahkan cari sendiri menggunakan search engine google. Anda akan temukan banyak jurnal dan website yang mengkaji secara mendalam pemikiran Tahar Haddad. Ini berarti pemikiran Tahar Haddad cukup menarik bagi intelektual Indonesia.