News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pengembalian Kelebihan Pajak Dorong Kepatuhan Wajib Pajak

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Insentif pajak untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN), perlahan tapi pasti, mulai dimanfaatkan Wajib Pajak. Adapun mayoritas insentif pajak PEN yang terealisasi adalah restitusi pajak atau pengembalian atas pembayaran berlebih yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Oleh: Siti Julaikha, Penyuluh Pajak Ahli Muda KPP Madya Bogor

TRIBUNNEWS.COM - Insentif pajak untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN), perlahan tapi pasti, mulai dimanfaatkan Wajib Pajak. Adapun mayoritas insentif pajak PEN yang terealisasi adalah restitusi pajak atau pengembalian atas pembayaran berlebih yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Dalam catatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, realisasi restitusi pajak hingga akhir Oktober 2022 senilai Rp 190,14 triliun atau meningkat 7,90 persen secara tahunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri sebesar Rp 145,07 triliun atau meningkat 24,83 persen year on year (YoY).

Baca juga: Anggota Komisi XI Dorong Dirjen Pajak Teruskan Upaya Mendisiplinkan Pegawai

Peningkatan tersebut akibat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2018 yang telah diperbaharui dengan PMK Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Pemerintah melalui Ditjen Pajak ingin membantu likuiditas keuangan Wajib Pajak menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa pandemi.

Baca juga: Anggota DPR Dukung Presiden Jokowi Tindak Tegas Pelaku Pidana Pajak

Sejak adanya reformasi perpajakan, Ditjen Pajak terus melakukan perbaikan dan perubahan, baik dari sisi kebijakan perpajakan maupun teknologi aplikasi, sehingga pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sudah makin mudah. Sistem daring membuat wajib pajak tak perlu datang ke kantor pajak. Pelaporan pajak bisa dilakukan sambil menyeruput secangkir kopi ditemani suara deburan ombak dan semilir angin pantai.

Permohonan restitusi pajak terhadap SPT Tahunan mesti melewati proses yang ditetapkan oleh Ditjen pajak, jangka waktu pemeriksaan maksimal 12 bulan.

Wajib pajak berhak mendapatkan restitusi jika hasil pemeriksaan menyatakan terdapat lebih bayar. DJP nantinya akan menelurkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Namun, jika hasil pemeriksaan memutuskan terdapat kekurangan dari hasil pemeriksaan, maka otoritas akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

Sedangkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) akan dikeluarkan apabila wajib pajak ternyata tidak terdapat kelebihan atau tak ada yang dikembalikan kepada wajib pajak. Wajib pajak yang tidak setuju terhadap hasil pemeriksaan berhak mengajukan keberatan ke Kantor Wilayah DJP dan mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak.

Wajib pajak yang menurut hasil pemeriksaan petugas dinyatakan kurang bayar atau mendapat SKPKB akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan selama 24 bulan. Sanksi bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak, sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan.

Mekanisme Restitusi Pajak

Untuk Pengembalian Kelebihan Pajak, terdapat dua mekanisme Pengembalian pajak. Pertama, prosedur normal yakni pemeriksaan dulu kemudian restitusi. Bagi wajib pajak yang masuk kategori tersebut dapat mengajukan restitusi tanpa batasan nilai. Kedua, restitusi terlebih dulu barulah pemeriksaan. Fasilitas ini hanya untuk PKP Patuh yang memiliki risiko rendah hingga diberi kemudahan oleh pemerintah.

DJP dapat menetapkan PKP berisiko rendah dan Wajib Pajak patuh setiap tahun berdasarkan permohonan Wajib Pajak yang diajukan paling lambat tanggal 10 Januari. Ditjen Pajak bukan melakukan pemeriksaan terhadap PKP patuh, melainkan penelitian restitusi pajak.

Lain halnya dengan wajib pajak perorangan. Restitusi pajak yang bisa diajukan paling besar Rp 100 juta, sementara PPh Badan paling besar senilai Rp 1 miliar. Adapun nilai restitusi PPN dapat dimintakan melalui pengembalian pendahuluan paling besar Rp 5 miliar.

Baca juga: Ditjen Pajak Bidik Orang Kaya untuk Tingkatkan Penerimaan Pada Tahun Depan

Jika dilihat dari sisi jangka waktu birokrasi pengembalian pajak, restitusi terlebih dulu kemudian pemeriksaan jauh lebih cepat ketimbang proses pemeriksaan normal. Pemerintah seperti menggelar karpet merah bagi wajib pajak yang patuh aturan.

Keuangan perusahaan juga lebih stabil dengan adanya kucuran dana pengembalian pajak yang dapat memperlancar biaya operasional perseroan. Sudah saatnya setiap PKP berupaya semaksimal mungkin memenuhi kewajiban perpajakan dengan baik dan benar sehingga dapat mendorong meningkatnya penerimaan pajak yang akan digunakan untuk keperluan negara untuk kemakmuran rakyat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini