News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Lalu Muhammad Iqbal, Diplomasi Memasak dan Berkebun

Editor: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, KH. Imam Jazuli, bersama Dubes Turki, Lalu Muhammad Iqbal, di Turki, Kamis (12/1/2023).

Lalu Muhammad Iqbal, Diplomasi Memasak dan Berkebun

Catatan Perjalanan KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*

TRIBUNNEWS.COM - Waktu terus beranjak semakin sore. Langit Turki yang cerah berganti warna. Mega berarak. Angin bertiup. Tetapi, kami enggan berpindah tempat.

Ruang Makan di Wisma Duta Besar Turki itu tampak seperti majelis ta’lim. Pancaran cahaya ilmu berhamburan dari pusatnya, Pak Dubes Lalu Muhammad Iqbal.

Lebih tepatnya kita sebut berbagi pengalaman. Saat itu penulis sempat mengajukan satu pertanyaan yang membuat penulis penasaran; Bapak, apa resep hidup bapak, sampai berprestasi seperti sekarang ini? Apa intisari pengalaman hidup selama ini?

Sebelumnya, perlu diketahui, Dr. Lalu Muhammad Iqbal, M.Hub.Int., memiliki segudang prestasi; tahun 2001-2005, bertugas sebagai Sekretaris Ketiga Kasubid Pensosbud/Konsuler di KBRI Bucharest, Rumania.

Tahun 2006-2008, menjabat sebagai Kepala Seksi Kejahatan Terorganisir Lintas Negara pada Direktorat Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata, Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral, Kementerian Luar Negeri RI.

Tahun 2008-2012, Lalu Muhammad Iqbal ditugaskan di KBRI/PTRI Wina di Austria sebagai Counsellor pada fungsi politik. Tahun 2012-2014, menjabat sebagai Kepala Subdit di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI. Pada tahun 2016 ia secara resmi diangkat sebagai direktur pada Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.

Baca juga: Tentang BJ Habibi, Erbakan dan sebuah Diplomasi Persahabatan yang Ideal bagi Dubes Turki

Terakhir, pada acara Malam Apresiasi Anugerah ASN 2018, pada 11 Desember, Dr. Lalu Muhammad Iqbal dianugerahi penghargaan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (PPT) Teladan. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Jawaban yang mengejutkan dan tak disangka-sangka meluncur dari penjelasannya. “Mas Kiai, saya punya dua hobi; memasak dan berkebun. Memasak bagi saya adalah kesempatan untuk melayani orang lain. Berkebun bagi saya adalah peluang untuk menikmati hidup sendirian, tanpa keramaian.”

“Hal ini, Mas Kiai, bagi saya” lanjut keterangan Muhammad Iqbal, “sangatlah penting. Coba perhatikan, semua chef atau koki akan bahagia bila masakannya dinikmati oleh semua orang. Ada kepuasan tersendiri melihat karyanya membuat orang lain puas, kenyang, bahagia. Begitu pula dalam pekerjaan saya menjadi diplomat.”

Prinsip Pak Dubes sejatinya adalah inti jiwa negarawan sejati. Seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya. Kebahagiaan rakyat adalah kebahagiaan pemimpin. Bukan sebaliknya. Dan demi kebahagiaan orang lain, Pak Dubes rela mengorbankan tenaga, pikiran, dan waktunya untuk rakyat dan bangsa Indonesia.

Sebut saja pengalamannya menolong warga Indonesia di luar negeri sejak 2015 sampai 2018. Pak Dubes berhasil mengevakuasi WNI dari Nepal, Yaman, Suriah, Filiphina, Arab Saudi, dan Malaysia. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) walaupun harus berjuang di negeri orang, mereka juga warga Indonesia yang harus dilindungi. Ini tugas negara.

Namun, bagi Pak Dubes, menyelamatkan warga Indonesia bukan saja tugas yang dia dapat dari pekerjaannya sebagai diplomat.

Menyelamatkan nyawa orang lain di luar negeri adalah hobi dan kesukaannya, yang ia turunkan dari hobinya memasak.

Jika memasak membuat orang kenyang dan bisa melanjutkan hidup, maka mengevakuasai WNI di negeri asing adalah menjaga hidup itu sendiri.

Penulis tentu saja tidak saja punya satu pertanyaan tentang hobi dan pekerjaan Pak Dubes.

Penulis juga menanyakan komentar beliau tentang Negara dan Rakyat Turki. “Bagaimana pembacaan bapak?” tanya penulis sambil menikmati hidangan penutup di Ruang Makan Wisma Dubes RI untuk Turki itu.

Dengan wajah yang santai berhiaskan senyuman manis, Pak Dubes bercerita tentang hubungan Indonesia dan Turki, serta mengapresiasi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Ia mengatakan, "Turki adalah negara pertama yang membuka perbatasannya. Padahal, negara-negara lain di sekitar Turki masih menutup diri. Ini artinya, kondisi Turki pasca pandemi pulih lebih awal."

Baca juga: Recep Tayyip Erdogan, Bapak Nasionalisme Islam Turki

Pak Dubes menilai, Presiden Recep Tayyip Erdogan berhasil membawa kegemilangan bagi sejarah modern Turki. Keberhasilan ini tidak saja dinikmati oleh rakyat dan bangsa Turki, melainkan juga dirasakan oleh seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu manfaatnya bisa dilihat melalui neraca perdagangan dan statistika jumlah wisatawan.

Pak Dubes menceritakan bahwa nilai transaksi perdagangan Indonesia-Turki di tahun 2022 jauh lebih besar dari pada nilai tahun sebelumnya, 2021. Karena itulah, “jangan pernah ragu-ragu lagi untuk menemukan peluang kerjasama dengan Turki,” ujar lelaki berusia 51 tahun itu.

Di saat Pak Dubes menasehati penulis sedemikian rupa, doa dan harapan di hati penulis semakin menggelora, khususnya bagi santri-santri Bina Insan Mulia yang sedang menempuh pendidikan di Turki. Semoga mereka kelak mampu mewujudkan nasehat-nasehat Pak Dubes hari ini.

Untuk meresponnya, penulis mengajukan sedikit sanggahan, “Bukankan Indonesia-Turki hari ini sudah menjalin hubungan yang bagus. Lantas inovasi peluang kerjasama apa lagi yang belum?” Setelah mengajukan pertanyaan itu, penulis melihat senyum merekah di bibir Pak Dubes.

“Turki bisa dibilang negara maju. Beda dengan Indonesia, negara berkembang. Hubungan negara maju dan berkembang harus mengarah pada hubungan yang menguntungkan bagi negara berkembang, bukan hubungan dimana negara maju memimpin negara berkembang. Turki akan menguntungkan Indonesia.” Papar Pak Dubes dengan luar biasa.

Kemudian, Pak Dubes menambahkan penjelasannya selain sektor perdagangan. Menurutnya, warga Indonesia yang berwisata ke Turki semakin meningkat; baik untuk tujuan hiburan, belajar, atau mengenang sejarah negara yang pernah memipin sepertiga dunia ini.

Di sini penulis merasakan, pengalaman Pak Dubes (saat ini juga menjabat sebagai Ketua IV Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiah, Pengurus PP Muhammadiyah dan Musytasar PCNU lombok ) sangat luas.

Beliau tidak saja mampu menjelaskan tentang perkembangan hubungan Indonesia-Turki hari ini, tetapi juga menggali hikmah di balik perkembangan Turki yang pesat.

Pengalaman berjumpa dengan Pak Dubes adalah pengalaman berharga yang memotivasi dan membuka cakrawala pengetahuan penulis. Semoga berkah dan bermanfaat.[]

*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini