Warga Paris, yang semula menduga akan terjadi pembalasan gila-gilaan oleh pasukan Rusia, akibat kehancuran Moskow pada 1812, melihat unit-unit Rusia berperilaku menahan diri dan bersahabat.
Setelah Paris direbut, pada 6 April 1814, Napoleon, yang kehilangan pasukan besarnya, turun tahta di Fontainebleau dan diasingkan ke pulau Elba.
Saat peringatan jatuhnya Paris dan Napoleon pada 31 Maret 2024, Moskow mengingatkan para pemimpin Perancis modern akan sejarah ini.
Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, mengucapkan sindiran kepada pihak berwenang Prancis pada peringatan 210 tahun masuknya tentara Rusia ke Paris setelah kemenangan Rusia dalam Perang Patriotik 1812.
“Selamat berlibur kepada Wali Kota Paris Anne Hidalgo dan seluruh lapisan Russofobia dari otoritas Prancis saat ini! Pada saat itu, para pendahulu mereka tidak menghargai perdamaian Rusia dan harus menanggung akibatnya. Kami mendukung perdamaian dan kerja sama, namun atas dasar kesetaraan. Kami sangat menghargai pengalaman unik interaksi kami dengan Prancis, tetapi siapa pun yang membawa pedang akan… (jatuh oleh pedang).”
“Dalam sejarah Rusia, kampanye ini disebut sebagai Kampanye Luar Negeri tentara Rusia, yang dilakukan bersama dengan tentara sekutu — Prusia, Austria, Swedia, Inggris Raya, sebagai akibatnya negara-negara Eropa dibebaskan dari penindasan Prancis,” tulis Zakharova dalam pesannya.
“Rusia memainkan peran penting dalam menjaga Perancis tetap berada di dalam perbatasannya dan mengambil alih kota-kota Perancis di bawah perlindungannya, mencegah penjarahan oleh pasukan Prusia dan Austria,” lanjutnya.
“Dengan dekrit Alexander I, tentara Rusia memastikan koleksi Louvre dan museum Prancis lainnya serta monumen bersejarah tidak dapat diganggu gugat,” kenang Kementerian Luar Negeri Rusia.
Kementerian Luar Negeri Rusia memberikan pelajaran sejarah kepada Paris sebagai tanggapan atas pernyataan kasar Wali Kota Paris bahwa atlet Rusia dan Belarusia tidak akan diterima di Paris.
Sebaliknya Paris sangat mendukung warga Ukraina. Pernyataan Wali Kota Paris itu terkait Olimpiade Paris 2024.
Atlet Rusia dan Belarusia mendapat pembatasan luar bisa, termasuk oleh kebijakan Komite Olimpiade Dunia (OIC).
Atlet Rusia bahkan tidak boleh tampil di nomer beregu, hanya di lomba perorangan. Itu pun tidak boleh membawa atribut negaranya.
Kebijakan tidak adil OIC ini sebagai reaksi politik komite olahraga dunia itu terkait konflik dan perang Rusia-Ukraina.
Banyak kalangan menuding OIC menjalankan politisasi olah raga, serta menjauhkan olimpiade dari spirit asli olah raga.