AS melakukan hal sama di Suriah. Mereka mendirikan pangkalan militer ilegal di Suriah utara, dan melakukan operasi-operasi militer tanpa izin ke pemerintah Suriah.
Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani, komandan Brigade Al Quds Iran di Bandara Baghdad, Irak oleh rudal AS, juga bukti nyata kejahatan internasional dilakukan AS di era Donald Trump.
Serangan balasan Iran ke Israel pada 13-14 April 2024 adalah sejarah baru Timur Tengah, yang mengubah peta konflik kawasan.
Ancaman Iran untuk melenyapkan Israel bukan gertak sambal atau retorika lagi, dan ini harus dihitung semua pihak.
Kehebatan Iran yang telah mereka tunjukkan di Israel sekali lagi membuktikan bertahun-tahun kebijakan isolasi barat ke Iran tak banyak artinya.
Teheran mampu secara dramatis mengembangkan teknologi drone atau pesawat nirawak, dan juga rudal-rudal jarak jauh yang sangat presisi.
Oleh sebab itu, usaha mengisolasi Iran tidak akan bisa memperlebar lagi kesenjangan Iran dan barat. Perbedaan itu tidak akan tumbuh lebih besar lagi.
Apa yang dikuasai barat soal teknologi militer, sudah dimiliki Iran. China dan Rusia, bagaimanapun punya kontribusi besar pada isu ini.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, mengatakan, sanksi baru ke Iran akan menargetkan Kementerian Pertahanan Iran dan Korps Garda Revolusi Islam.
Target lainnya kemungkinan individu-individu yang dianggap bertanggungjawab atas serangan balasan Iran.
Menurut ahli politik internasional asal Iran, Prof Hossein Askari, menerapkan sanksi tambahan terhadap Iran hampir tidak menghasilkan apa-apa.
Menurutnya, cara itu hanyalah usaha para elite politik AS dan sekutunya untuk menunjukkan mereka melakukan sesuatu daripada mengakui isolasi terhadap Iran adalah sebuah bencana.
Barat tidak memahami, persekusi terhadap suatu pihak hanya akan melahirkan kemauan kuat dan kreatifitas untuk menyusun kekuatan guna melawan yang superior.
Iran telah lama menyadari mereka hidup di dunia di mana mereka harus melakukan tindakan militer, harus kuat dan mandiri.