Oleh: Ahmad H. M Ali
(Wakil Ketua Umum Partai Nasdem/Ketua Dewan Masjid Indonesia Prov. Sulteng)
Berlayarlah ke laut, pulang dapat ikan. Dakilah gunung, pulang bisa bawa cengkih, kopra, pala, kakao.
Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyimpan berbagai potensi sumber daya alam yang melimpah.
Provinsi terluas dan jumlah penduduk terbesar kedua di Pulau Sulawesi ini memiliki sejumlah sector potensial yang bisa dimaksimalkan untuk kesejahteraan warganya.
Di sektor perkebunan dan pertanian, Sulteng memiliki lahan yang subur dan iklim yang mendukung untuk pengembangan sektor perkebunan dan pertanian.
Wilayahnya yang terletak di tepi laut, membuat Sulteng kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya perikanan.
Sektor perikanan komoditi yang diunggulkan berupa perikanan tangkap, budidaya keramba, budidaya kolam, budidaya laut, dan budidaya tambak pariwisatanya yaitu wisata alam dan budaya.
Di bidang pertambangan dan energi, Sulteng memiliki kekayaan sumber daya mineral yang melimpah, seperti nikel, emas, tembaga, besi, dan bauksit.
Begitu juga dengan potensi energi terbarukan yang besar, seperti energi panas bumi, energi angin, dan energi surya.
Sektor pariwisata Sulteng juga tak kalah menjanjikan.
Keindahan alam, seperti pegunungan, danau, pantai, dan keanekaragaman hayati, menawarkan potensi besar dalam sektor pariwisata.
Wisata alam, budaya, dan petualangan menjadi daya tarik utama.
Karena itu, sudah selayaknya menjadikan Sulteng yang lebih baik dan masyarakatnya semakin sejahtera.
Pemerintah daerah juga perlu menjaga dan memelihara stabilitas kehidupan masyarakat Sulteng yang lebih sejahtera dan lebih maju, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih
meningkat, serta memprioritaskan pembangunan kesejahteraan sosial dalam penyelenggaraan pembangunan daerah.
Namun, untuk mencapai tujuan tersebut tentu tak mudah. Sejumlah tantangan dan hambatan mengadang.
Perbedaan sebaran sumber daya alam dan iklim membuat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di provinsi ini tidak merata.
Tantangan yang dihadapi adalah terjadinya ketimpangan pembangunan antardaerah.
Sulteng membutuhkan perbaikan dan pembenahan infrastruktur darat, laut, dan udara sebagai kunci untuk membangun pemerataan pembangunan.
Hal ini dapat memacu keunggulan komparatif dari tiap tiap wilayah untuk kepentingan generasi akan datang.
Penyangga IKN
Dengan letak geografis yang strategis dan potensi yang komparatif, Sulteng memiliki banyak peluang, apalagi Sulteng memiliki posisi stategis setelah ibukota negara pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
IKN ibarat rumah baru untuk Sulteng.
Banyak hal yang bisa difasilitasi oleh Provinsi Sulteng, sebagai salah satu provinsi terdekat dengan IKN.
Sulteng dapat memosisikan diri sebagai pintu gerbang sekaligus penopang/penyangga IKN di Kalimantan.
Posisi itu membawa harapan baru berupa kemajuan daerah dan pemerataan pembangunan.
Bahkan, Sulteng menjadi tulang punggung atau kawasan penunjang IKN, khususnya dalam hal penyediakan bahan bangunan hingga penyediaan pangan.
Penetapan IKN memberikan dampak kepada daerah-daerah yang berada di sekitarnya, termasuk Sulteng.
Untuk itu, Sulteng harus segera berbenah dan bersiap dengan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya untuk mendukung pembangunan IKN dan terciptanya pemerataan pembangunan di Indonesia.
Sulteng sebagai pintu gerbang kawasan Timur Indonesia yang akan berpartisipasi menyukseskan IKN.
Dengan luas wilayah 61.841,29 kilometer persegi dan luas perairan 77.295 Kilometer persegi, serta memiliki 4 perairan yaitu Selat Makasar, Laut Sulawesi, Teluk Tolo, dan Teluk Tomini sangat berpotensi berperan menopang kebutuhan IKN.
Sulteng memiliki 12 peluang investasi bahkan bisa lebih untuk setiap kabupaten, dan di Kabupaten Sigi memiliki peluang investasi kawasan agro industri dengan pola pertanian modern (modern farming) atau pertanian sistem kontrak/kerja sama bagi hasil (contract farming).
Sulteng juga menyiapkan lahan sebesar 30.017 Ha untuk tanaman pangan dan holtikultura yang tersebar di lima kabupaten termasuk salah satunya Kabupaten Sigi.
Sektor pertanian di Sulteng harus menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Pemprov Sulteng harus fokus menggarap potensi pertanian dengan membuka Kawasan Pangan Nusantara (KPN) yang disiapkan untuk mengantisipasi krisis pangan global.
Selain itu, KPN juga dipersiapkan untuk memasok kebutuhan pangan di IKN sebagai wilayah baru yang akan berkembang.
Bahkan, kehadiran IKN bisa menjadi barometer pembangunan di Sulteng.
IKN sebagai simbol pemerataan pembangunan dan kesejahteraan bisa menginspirasi daerah-daerah di Indonesia, khususnya Sulteng, untuk turut melakukan pemerataan pembangunan yang berkeadilan dan mensejahterakan, serta melibatkan partisipasi aktif 12 kabupatan dan 1 kota di Sulteng.
Sulteng yang lebih adil dan sejahtera
Sebenarnya pada 2023 lalu pertumbuhan ekonomi Sulteng berada di angka 15,17 persen.
Capaian tersebut menempatkan provinsi ini menjadi daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di Indonesia setelah Maluku Utara.
Tak hanya pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD) juga meningkat signifikan dari Rp 900 miliar pada 2021 menjadi lebih dari Rp 1,7 triliun tahun lalu.
Angka-angka pertumbuhan ini diakui banyak disumbang sektor tambang terutama nikel. Ini pula yang membuat Pemprov Sulteng membuka lebar pintu untuk tambang.
Mestinya paradigma pembangunan itu sudah menuju pada pertumbuhan berkeadilan, dari growth oriented menjadi equity for growth.
Jika paradigmanya pertumbuhan dan angka-angka, pasti orientasinya sumber daya alam, salah satunya pertambangan.
Inilah yang membuat pemerintah begitu mengagungkan tambang.
Namun, nyatanya tambang tak bisa menekan angka kemiskinan dan bahkan menciptakan kesenjangan.
Pertanian kalah pamor oleh tambang. Padahal pertanian, perkebunan, dan perikanan adalah potensi besar di Sulteng, namun saat ini kalah pamor oleh tambang.
Untuk pembangunan berkelanjutan, pemerintah harus mengoptimalkan sektor ini, meningkatkan produktivitas pertanian, dan lebih mengangkat harkat petani.
Sebaran petani miskin ekstrem itu ada di semua kabupaten di Sulawesi Tengah dengan jumlah terbesar terdapat di Kabupaten Parigi Moutong sebanyak 10.894 KK.
Karena itu, pengentasan kemiskinan di sektor pertanian harus menjadi salah satu fokus yang harus dibenahi.
Pasalnya dari puluhan ribu petani miskin tersebut di tahun 2023 intervensi pemberdayaan yang dilakukan baru menjangkau sebanyak 2.050 petani.
SDM yang minim serta sulitnya akses keperalatan pertanian menjadi salah satu sebab terjadinya kemiskinan ekstrem petani.
Karenanya pemberdayaan dengan pendampingan juga menjadi fokus di tahun 2024 sebagai upaya pengentasan kemiskinan.
Naiknya angka kemiskinan di sentra pengolahan nikel itu kontras dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang dicapai wilayah-wilayah itu akibat hilirisasi.
Hilirisasi tambang yang gencar dijalankan selama tiga tahun terakhir belum berhasil mengerek kesejahteraan warga setempat.
Efek ganda hilirisasi masih belum optimal.
Industri pengolahan, pertambangan, dan penggalian, serta perdagangan menjadi tiga sektor utama sumber pertumbuhan di Sulteng.
Industri olahan tambang, terutama feronikel, menjadi sumber ekonomi terbesar di
kedua provinsi ini.
Dampak dari hilirisasi itu tercermin pada kinerja sumber pertumbuhan kedua provinsi, di mana Sulteng memberikan sumber pertumbuhan 2,58 persen dan Maluku Utara 2,67 persen.
Karena itu, sudah seharusnya program hilirisasi ini lebih diseriuskan dan dimaksimalkan di masa mendatang.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu juga harus dikelola secara maksimal untuk membangun industri hilir dari semua potensi yang berada di Sulteng.
KEK Palu perlu dimaksimalkan untuk meningkatkan kegiatan industri dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Selain itu KEK Palu ke depan diharapkan membangun fasilitas pendukung, di antaranya, gudang.
Gudang, merupakan fasilitas yang sangat diperlukan dalam dunia logistik, baik digunakan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Status Sulteng sebagai Kawasan Pangan Nusantara (KPN) juga begitu strategis.
Sulteng perlu lebih serius menggarap potensi pertanian dan perkebunan dengan membuka KPN untuk menopang kebutuhan pangan di IKN dan mendukung ketahanan pangan nasional.
Sulteng yang berjarak relatif dekat diproyeksi menjadi pemasok komoditas pangan,
hasil pertanian dan perkebunan.
Peluang Sulteng untuk lebih maju dan sejahtera sangat terbuka dengan memaksimalkan pengelolaan Sulteng sebagai Kawasan Forum Selat Makasar dan Kawasan Negeri Seribu Megalith.
Di tangan pemimpin yang cerdas dan mumpuni, kemajuan dan kesejahteraan Sulteng terjadi.
Pembangunan bisa menuju pemerataan dan berkeadilan.