Oleh: Dhifla Wiyani, SH, MH
Kandidat Doktor dari FH Trisakti/Politisi Golkar/Lawyer
TRIBUNNERS - PDIP saat ini sedang melakukan gugatan terhadap KPU RI di Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta.
Gugatan PDIP ini adalah gugatan mengenai perbuatan melawan hukum penguasa (onrechtmatige overheidsdaad). KPU RI dianggap, oleh PDIP, telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan kewenangannya sebagai penyelenggara Pemilu pada tahun 2024.
Karena adanya gugatan dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUN.JKT ini maka PDIP meminta kepada KPU untuk menunda proses penetapan presiden terpilih 2024.
Yang dimaksud dengan gugatan perbuatan melawan hukum penguasa (PMHP) ini adalah gugatan perbuatan melawan hukum sesuai dengan pasal 1365 KUHPerdata, dimana pelakunya adalah Badan dan/atau Pejabat Pemerintah.
Terdapat 5 unsur yg harus terpenuhi yang sifatnya Kumulatif, sehingga gugatan PMHP tersebut bisa dikabulkan, yaitu:
1. Adanya perbuatan;
2. Perbuatan itu melawan hukum;
3. Adanya kerugian;
4. Adanya kesalahan;
5. Adanya Azas Kausalitas (hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan).
Jika satu saja unsur tidak terpenuhi maka PMHP harus dinyatakan tidak terbukti. Jika satu saja unsur tidak terpenuhi maka PMHP harus dinyatakan tidak terbukti.
Jadi sangatlah tidak mudah untuk membuktikan adanya PMHP oleh KPU RI dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan Pemilu 2024 lalu, terutama dalam bagian menghitung adanya kerugian yang jelas dan terperinci yang di alami oleh PDIP.
Selain itu gugatan PMHP ini bukanlah gugatan yang bisa menunda pelaksanaan penetapan KPU RI atas Penetapan Presiden Terpilih Tahun 2024.
Hal ini karena seandainya pun KPU RI dinyatakan telah melakukan PMHP, maka PTUN secara hukum tidak berwenang membatalkan atau menyatakan tidak sah Surat Keputusan KPU No.360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Menurut Pasal 24C UUD 1945, yang berhak membatalkan SK KPU tersebut hanyalah Mahkamah Konstitusi.