News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Big Data dan Ilusi Penjajahan di Era Digital

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Big Data

Ana Indriastuti, Mahasiswa Pascasarjana, Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia

TRIBUNNEWS.COM - Indonesia memiliki sejarah kelam dengan penjajahan, mulai dari penjajahan bangsa lain yaitu Portugis, Belanda, dan kemudian Jepang. Sejarah menceritakan penderitaan yang dialami rakyat Indonesia saat penjajahan itu.

Berkedok pada narasi besar perdagangan, mereka menguras sumber daya kita secara besar-besaran, mulai dari sumber daya alam sampai dengan sumber daya manusia dengan nilai ekonomi yang rendah untuk kepentingan mereka. Kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, dan kerja paksa dengan upah yang murah merupakan salah satu kekejaman yang dialami ketika kita dijajah.

Teringat kembali tentang sejarah penjajahan, kita perlu merenungkan kembali dan membandingkan dengan keadaan kita saat ini, apakah kita benar-benar telah bebas dari penjajahan. Benarkah kita telah memperoleh kemerdekaan yang hakiki?

Baca juga: KKP akan Bangun Ocean Big Data Dilengkapi Teknologi Drone Bawah Air Hingga Nano Satelit

Penjajahan Masa Kini Vs Masa Lampau

Saat ini, setelah lebih dari 78 tahun kemerdekaan Indonesia, sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka informasi yang dapat lebih cepat dan mudah untuk kita peroleh, kesempatan dalam mengemukakan pendapat yang semakin luas, serta semakin mudahnya kita berinteraksi dengan orang lain.

Sebuah ruang digital yang disebut dengan platform menyediakan kita wadah untuk dapat berinteraksi dengan teman, saudara, perwakilan perusahaan, pembeli, penjual, dan sebagainya tanpa harus bertatap muka secara langsung, yang salah satunya berdampak pada peningkatan perekonomian dan semakin eratnya ikatan kita dalam ruang digital.

Industri platform saling bersaing mengenai teknologi-teknologinya dengan melakukan perbaruan terus menerus demi mendukung kenyamanan pengguna dan mempertahankan pengguna agar tidak beralih kepada platform yang lain dengan cara melakukan analisis untuk memprediksi kebutuhan dalam waktu tertentu secara akurat melalui teknologi.

Baca juga: Lewat Big Data Center IMERI-IDEALAB, FKUI Perkuat Pusat Pengelolaan Data Kesehatan

Kita perlu bercermin kembali untuk melihat keadaan di Indonesia saat ini, dengan membaca hasil penelitian dari Nick Couldry dan Ulises A. Mejias (2019), yang berjudul “Data Colonialism: Rethinking Big Data’s Relation to The Contemporary Subject”. Couldry, et.al., memaparkan hasil penelitiannya bahwa saat ini kita berada dalam bentuk penjajahan baru, yaitu penjajahan data. Data pribadi yang dikumpulkan dari setiap individu menjadi sekumpulan data yang sangat besar yang disebut dengan Big Data.

Big data dalam hal ini tidak hanya berupa data pribadi seperti nama, jenis kelamin, alamat, dan data kependudukan, tetapi sudah sampai dengan perilaku, interaksi bahkan preferensi kita yang terekam dalam dunia digital. Data tersebut kemudian dianalisis oleh komputer super yang memiliki kemampuan komputasi untuk mencari, menggabungkan, dan melakukan referensi silang terhadap kumpulan data besar tersebut yang bertujuan untuk mendapatkan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Industri Teknologi

Teknologi pengumpulan dan canggihnya sistem analisis data yang dimiliki oleh industri serta algoritma, dalam skala besar secara langsung mendorong praktik penjajahan data semakin meningkat. Industri pemilik platform digital bertindak sebagai tempat pertemuan pengumpulan data yang kemudian diolah untuk mendapatkan nilai ekonomi yang tinggi merupakan bentuk dari penjajahan data.

Benar bahwa rekomendasi yang kita peroleh memudahkan kita untuk mendapatkan sesuatu sesuai dengan keinginan dan harga yang sesuai. Bersamaan dengan itu, terdapat rekomendasi barang yang tidak kita perlukan muncul dalam pencarian barang tersebut sehingga sering kali kita juga tergiur untuk membelinya.

Baca juga: Dorong Generasi Muda Melek Teknologi, Ketua MPR RI Bamsoet Sambut Pengurus Asosiasi Big Data dan AI

Rekomendasi barang yang kita inginkan dan barang di luar keinginan kita merupakan salah satu kemudahan menggunakan platform yang menciptakan kenyamanan pada pengguna, yang meningkatkan pembelian dengan kata lain budaya konsumerisme di masyarakat meningkat. Sehingga, permintaan suatu barang akan semakin besar yang berdampak pada produksi barang dan permintaan bahan baku yang juga akan meningkat.

Fakta tersebut tentu saja mengingatkan kita dengan prinsip penjajahan terdahulu yaitu eksploitasi sumber daya. Prinsip yang sama digunakan dengan bentuk yang berbeda yaitu sama-sama untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Apakah hal tersebut disadari oleh para penggunanya sebagai salah satu bentuk dampak dari Big data?

Big Data dari Berbagai Sudut Pandang Pengguna

Pengguna merasakan kebebasan saat menggunakan platform digital. Melalui platform tersebut kita bebas mengekspresikan diri melalui teks dan visual, berkirim pesan, mengungkapkan pendapat, aktualisasi diri, menghibur atau mendapatkan hiburan, membuat jejaring sosial, serta sebagai ruang bisnis. Semua yang kita lakukan di ruang digital tidak akan pernah hilang dan menjadi jejak digital kita, aktivitas kita melalui penggunaan internet akan abadi di internet dan dapat diakses oleh orang lain dalam waktu yang cepat.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini