Beruntung, Rusia hadir di waktu tepat menolong Suriah. Iran juga sukses menolong Irak dan Suriah saat membasmi ISIS.
Kehadiran Rusia di Suriah benar-benar membalikkan situasi. Damaskus yang hampir jatuh, bisa diselamatkan.
Kelompok bersenjata proksi Turki, Arab, dan AS bisa ditangkal dan akhirnya diisolasi di Provinsi Idllib hingga saat ini.
Sementara kekuatan ISIS yang tadinya sempat bercokol di Raqqa, bisa dihancurkan. Hanya wilayah utara Suriah yang sejauh ini tetap dikontrol kelompok paramiliter Kurdistan.
Kelompok Kurdistan inilah yang hingga hari ini jadi sekutu dan pijakan AS di wilayah utara Suriah yang sangat kaya minyak.
Kembali ke inisiatif Raja Hamad dari Bahrain, mengajak Rusia untuk turut memikirkan resolusi konflik Palestina-Israel jelas langkah tepat.
Tata dunia harus dibawa lebih multikutub, daripada seperti yang lalu-lalu saat dunia dikuasai sepenuhnya oleh Washington.
Bagi Gedung Putih, inisiatif pemimpin Liga Arab ini bisa jadi tamparan. Apapaun proses dan hasilnya, pilihan Bahrain ini menjadikan Rusia begitu signifikan di mata Washington.
Kita tidak tahu apa yang akan menimpa Bahrain. Apakah ada konsekuensi politis atas inisiatif dan langkahnya bermesraan dengan Vladimir Putin ini.
Keberanian Bahrain dan Liga Arab yang beralih ke Rusia terlebih dahulu daripada AS atau sekutu regionalnya sekali lagi jelas sinyal penting.
Dominasi atau hegemoni AS berangsur runtuh di jazirah Arab. Sementara mereka bertahun-tahun memainkan peran sangat besar dalam membentuk kawasan ini.
AS menjadi perantara kesepakatan damai Israel dengan Mesir dan Yordania, namun hanya mencapai sedikit kemajuan sejak 1994.
Bagi Rusia, pendekatan ala Bahrain ini menunjukkan reputasi dan prestise internasionalnya yang semakin baik.
Kehadiran Rusia di Suriah juga menunjukkan pengaruh langsungnya di Timur Tengah sangat besar, dan mulai diperhitungkan negara-negara Arab.