Penerimaan sangat baik Raja Saudi Salman bin al-Saud dan Pangeran Mohammad bin Salman terhadap Vladimir Putin di Riyadh juga indikator kuat berubahnya peta politik kawasan Timur Tengah.
Lihat, bagaimana penerimaan dingin dan minimalis dilakukan Sarab Saudi saat Presiden AS Joe Biden berkunjung ke negara tersebut beberapa waktu lalu.
Sikap para pemimpin Arab mau tidak mau memang harus berubah. Mereka harus memperhatikan suara mayoritas rakyatnya dalam konteks konflik Israel-Palestina.
Mayoritas negara Arab dan juga Afrika Utara, mengutuk kekejian elite dan pasukan Israel di Jalur Gaza.
Umumnya, masyarakat di Timur Tengah juga memandang sikap hipokrit kekuatan pelindung Israel seperti AS dan Inggris, sangat membahayakan.
Ketidakadilan begitu nyata terlihat. Arus pendapat global juga kini sudah mayoritas mengutuk destruksi ala Israel yang disokong Washington, London, serta Uni Eropa.
Inilah perbedaan riil dan arus utama isu menyangkut Palestina. Pengakuan Spanyol, Norwegia, dan Irlandia atas eksistensi negara Palestina juga semakin memberi perbedaan.
Di sisi Bahrain, Raja Hamad menjadi satu dari segelintir tokoh Arab yang menyerukan normalisasi hubungan dengan Iran.
“Dulu kita punya masalah dengan Iran, tapi sekarang praktis tidak ada masalah. Tidak ada alasan untuk menunda normalisasi hubungan dengan Iran,” kata Raja Hamad.
Liga Arab dibentuk pada 1945 dan saat ini terdiri dari 22 negara Timur Tengah dan Afrika Utara, termasuk Yordania dan Mesir.
Dua negara ini sejak lama memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Disusul UEA, Sudan, Maroko, Bahrain, dan konon berikutnya Arab Saudi.
Sambutan Vladimir Putin terhadap kunjungan Raja Hamad dari Bahrain juga Istimewa. Konon, Putin menyiapkan suvenir berupa satu unit versi panjang super limo sedan Aurus.
Ini bukan cenderamata main-main, karena Aurus limo adalah kendaraan kelas kepresidenan yang juga dipakai Vladimir Putin.
Ini diplomasi kelas langit, yang benar-benar akan mengubah konstelasi politik dunia dari politik hegemonik kolonialis imperialis ala Paman Sam.
Perlahan Washington tidak akan lagi jadi satu-satunya pengatur dan penentu.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)