KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memutuskan menghapus jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu pengetahuan sosial (IPS), dan bahasa pada jenjang sekolah menengah atas (SMA) mulai tahun ajaran 2024/2025
Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo mengatakan, jurusan SMA dihapus karena selama ini menimbulkan ketidakadilan. Orangtua mempunyai kecenderungan memasukkan anaknya ke jurusan IPA agar memiliki pilihan program studi (prodi) yang lebih luas ketika mendaftar perguruan tinggi.
Dengan penghapusan jurusan di SMA, maka siswa bisa merdeka belajar dalam arti sesungguhnya. Sejak kelas XI dan XII, siswa bisa memilih mata pelajaran yang diminati, sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Misal siswa yang ingin menjadi dokter atau perawat atau terkait tentang kesehatan, siswa bisa memilih mata pelajaran biologi dan ilmu terkait. Siswa yang ingin kuliah hukum atau komunikasi, bisa memilih mata pelajaran ilmu sosial, antropologi, sosiologi dan sebagainya. Sedangkan siswa yang ingin kuliah di perminyakan, statistik, keuangan dan sebagainya, bisa memilih mata pelajar matematika lanjutan, fisika dan sebagainya.
Penjurusan di SMA mulai diberlakukan pada era Ode Baru tepatnya tahun 1975. Soeharto dan menterinya ketika itu, memutuskan Kurikulum 1975 dengan pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Artinya, segala beban pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar dipilih, direncanakan dan diorganisasikan sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Sehingga lebih instruksional. Penjurusan ditentukan oleh sekolah, bukan minat, bakat dan kemauan siswa.
Penghapusan jurusan ini, konsekuensinya adalah menuntut siswa untuk melakukan eksplorasi dan refleksi minat, bakat, dan aspirasi karier. Selama ini siswa hanya pasrah ketika diputuskan oleh sekolahnya masuk ke jurusan IPA, IPS atau bahasa. Pemilihan jurusan ditentukan oleh sekolah berdasarkan nilai mata pelajaran, pengamatan guru serta kemauan orangtua.
Baca juga: DPR Sebut Penghapusan Jurusan IPA, IPS & Bahasa di SMA Sejalan dengan Kurikulum Merdeka Belajar
Penghapusan jurusan ini memiliki sisi positif, antara lain siswa yang sebagian besar remaja berusia 15-17 tahun, mulai belajar merancang dan menyiapkan masa depannya sendiri. Sekolah dan orangtua yang selama ini dominan menentukan apa jurusan menjadi sekedar pemberi masukan. Bukan penentu.
Sekolah memberi masukan berdasarkan nilai mata pelajaran dan juga melihat minat siswa. Orangtua yang lebih mengenal tentang sifat, bakat dan kemauan serta kemampuan anaknya, dapat memberi masukan kepada putra putrinya tentang karier di masa depan. Sekolah dan orangtua bukan faktor penentu.. Pemutusnya adalah siswa.
Inilah konsep merdeka belajar yang sesungguhnya. Jangan sampai, anak-anak menjadi terjajah sejak mereka bersekolah. Merdekakanlah siswa sejak dini, yakni mulai dari merancang masa depan, memilih mata pelajaran dan menentukan bakat serta minat apa yang sebenarnya mereka sukai.
Setelah merdeka belajar, para siswa juga diharapkan menjadi manusia yang kuat secara moral,etika, perilaku, adab dan budaya.
Kita tengok para koruptor yang selama ini menggarong uang rakyat demi kepentingan pribadi, mereka adalah para intelektual yang memiliki jabatan tinggi karena berpendidikan tinggi. Tidak sedikit dari mereka bergelar Magister, Doktor hingga Profesor.
Jangan adalagi kalangan terdidik atau kalangan elit secara intelektual, justru menjadi pelaku koruptor. Korupsi adalah musuh bangsa ini yang sulit sekali diberantas.
Hanya melalui pendidikan dan juga kemerdekaan dalam belajar, kelak bisa mengkader generasi yang kompetitif, cerdas, bermoral serta berbudaya tinggi.