SEKJEN PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sedang jadi sorotan. Sejak Juni hingga kini, Hasto bolak-balik diperiksa aparat penegak hukum.
4 Juni lalu, Hasto diperiksa di Polda Metro Jaya atas laporan dugaan penyebaran berita hoax dan melanggar UU ITE saat di wawancara di stasiun televisi. Saat itu Hasto mengungkap permasalahan Pemilu hingga penyelewengan kekuasaan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pelapornya adalah Hendra dan Bayu Setiawan.
Selang enam hari kemudian, pada 10 Juni 2024, Hasto juga dipanggil KPK sebagai saksi dalam kasus buronnya politisi PDIP Harun Masiku. Hasto dianggap mengetahui keberadaan Harun Masiku yang telah menghilang sejak 17 Januari 2020.
Hasto meradang lantaran HP, buku catatan dan ATM nya yang dititipkan ke stafnya bernama Kusnadi, disita KPK.
Belum tuntas urusan dengan Harun Masiku, Hasto dipanggil lagi KPK untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta di Ditjen Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Pekan lalu Hasto mangkir. Dan kini sedang diagendakan untuk diperiksa KPK.
Bolak-baliknya Hasto berurusan dengan KPK dan polisi, membuat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri meradang. 4 Juli 2024 lalu, Megawati mengkritik keras KPK yang memeriksa dan menyita barang milik Hasto. Bahkan, Megawati meminta penyidik KPK bernama AKBP Rossa Purbo Bekti untuk menghadap ke dirinya.
Emosi Megawati belum berhenti. Kemarin (30/7/2024), saat menjadi pembicara dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Partai Perindo, Megawati kembali memuntahkan kekecewaannya terhadap penegakan hukum dan mengkritik pemerintahan Jokowi.
Megawati secara lantang menyebut penegakan hukum seperti senam Poco-poco, yakni maju dan mundur. Megawati juga meminta Hasto tak gentar hadapi upaya hukum di Polisi dan KPK. Megawati menyatakan akan menemui Kapolri kalau Hasto ditangkap atau ditahan.
Lebih keras lagi, Megawati menyoroti Pemilu 2024 yang menurutnya terjadi pelanggaran secara struktur, sistematis dan terencana.
Kritik Megawati ini sebenarnya tak hanya diarahkan ke Polri dan KPK. Jari telunjuk Megawati, sepertinya sedang diarahkan ke Presiden Jokowi. Kita semua tahu bahwa KPK independen dan bukan berada di bawah Presiden. Sedangkan Polri adalah bagian dari pemerintahan yang juga bertanggung jawab kepada Presiden.
Namun jari telunjuk Megawati terasa tegas menunjuk Jokowi. Hubungan keduanya sebelum Pemilu 2024 hingga kini melebar jauh. Dimulai saat Jokowi mengizinkan Gibran berpasangan dengan Prabowo Subianto untuk berkontestasi di Pilpres 2024.
Jagoan PDIP yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD kalah telah dan hanya memperoleh 16,8 persen suara. Suara PDIP juga anjlok tajam.
Sebagai warga bangsa, kita wajib hormati seluruh proses hukum yang sedang diselenggarakan aparat penegak hukum. Tidak boleh ada perintangan atau menggagalkan proses hukum. Hukum adalah panglima tertinggi bagi terwujudnya keadilan.
Pisahkan antara kepentingan politik dengan hukum. Itu berlaku bagi siapapun, termasuk Presiden yang menjabat maupun kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Biarkan proses hukum berjalan dan bukti lah yang akan menentukan seseorang bersalah atau tidak.
Presiden Jokowi yang dituding menggunakan kekuasaan terhadap proses hukum kader PDIP, harus tegas memisahkan kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Tak ada cawe-cawe hukum atau menggunakan hukum untuk tujuan politik.
Penegak hukum yang dituduh Megawati terkesan membidik ke kader partainya, harus bisa membuktikan bahwa langkah hukumnya sudah benar dan tidak ada kepentingan politik apapun. Hukum harus tegak meskipun langit runtuh sekalipun. Hukum harus ditegakkan meskipun bisa menghukum ke siapa pun yang berbuat salah.