TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Iran akhirnya melancarkan serangan massal rudal balistiknya ke berbagai sasaran di Israel.
Ada sekurangnya 200 rudal balistik diluncurkan dalam waktu bersamaan Rabu dini hari (2/10/2024) waktu Iran dan Timur Tengah umumnya.
Termasuk di antaranya rudal hipersonik Fateh-2. Berbagai foto dan video yang beredar di sosial media memperlihatkan dahsyatnya serangan Iran itu.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan serangan kali ini adalah untuk menunjukkan hak legal Iran dan tujuan menciptakan perdamaian untuk Iran dan kawasan.
“Ini adalah respon menentukan kami kepada rezim zionis. Ini hanya bagian kecil kekuatan kami, dan jangan mencoba berkonflik dengan Iran,” kata Pesezhkian di akun X.
Baca juga: Imbas Eskalasi Iran vs Israel, Bursa Saham Rontok, Harga Minyak Mentah dan Emas Terkerek Naik
Baca juga: Reaksi Dunia atas Serangan Rudal Iran Terhadap Israel
Baca juga: Menlu Iran Sebut Serangan Rudal ke Israel Dibenarkan dalam Piagam PBB sebagai Wujud Pembelaan Diri
Komandan Angkatan Bersenjata Iran Jenderal Abdolrahim Mousavi memperingatkan, jika Israel membalas serangan Iran ini, akan dibalas lewat serangan lebih dahysat lagi.
Sementara Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri dari pusat komando serangan juga memperingatkan Israel.
Jika Israel tak berhenti menyerang target Iran atau melakukan aksi-aksi provokasi ke Iran, mereka akan menyerang semua sasaran ifratsruktur Israel.
Operasi peluncuran rudal secara massal ke Israel ini diberi nama True Promise 2 dengan code name “Ya Rasul Allah”.
Operasi True Promise 1 digelar beberapa tahun lalu sesudah Israel membunuh sejumlah jenderal Korps Garda Republik di Baghdad Irak beberapa waktu lalu.
Ratusan rudal balistik dan drone kamikaze Iran dilancarkan ke berbagai sasaran di Israel, menimbulkan kerusakan signifikan di sejumlah pangkalan udara Israel.
Kali ini operasi True Promise 2 menjadi aksi balasan atas rentetan pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan para pemimpin Hizbullah Lebanon termasuk Sayyid Hassan Nasralah di Beirut.
Apa yang akan terjadi sesudah serangan massal Iran ke Israel ini? Apakah perang akan berkobar semakin meluas di kawasan panas ini? Benarkah Amerika Serikat gagal mengontrol Timur Tengah?
Serangan rudal dan drone Iran ke berbagai target di Israel kali ini terlihat lebih dahsyat disbanding gelombang serangan pertama beberapa bulan lalu.
Jauh lebih banyak rudal yang sampai ke sasaran, dan sedikit terlihat penampilan sistem pertahanan Kubah Besi atau Iron Dome Israel.
Dua target yang diincar Iran adalah markas besar Mossad, dinas intelijen Israel yang dianggap paling bertanggungjawab atas berbagai pembunuhan di luar negeri.
Kedua, Pangkalan Udara Nevatim, markas armada jet tempur F-15 dan F-35 yang digunakan untuk menggempur Gaza, Lebanon, hingga serangan jarak jauh ke Yaman dan Suriah.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyatakan, Iran menggunakan pasal 51 Piagam PBB sebagai dasar hukum untuk memberi balasan ke Israel.
“Target kami infrastruktur dan fasilitas militer terkait penghancuran Gaza dan Lebanon,” kata Arraghchi sembari menyebutkan Teheran bersabar selama berbulan-bulan demi gencatan senjata di Gaza.
Setelah dirasa Israel tidak punya niat baik menghentikan perang, Iran memilih untuk bertindak lebih kuat.
Dalam pernyataan terbaru merespon serangan Iran, juru bicara Kemenlu Amerika Serikat, Mike Miller, membantah Iran telah memberitahu rencana aksinya lewat saluran diplomatik.
Kantor berita Reuters menyebutkan berdasar keterangan diplomat senior Iran, Teheran telah memberitahu pihak Amerika Serikat sebelum rudal-rudal balistik Iran diluncurkan.
“Pernyataan itu mutlak palsu. Kami tidak menerima peringatan apapun dari pemerintahan (Iran) mereka akan melakukan serangan,” kata Miller saat brifing media di Washington.
Sementara juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, memastikan sanksi ketat Amerika Serikat ke Iran tidak akan berubah dan akan terus dilanjutkan.
Sedangkan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, Jake Sulllivan mengancam Iran akan menerima konsekuensi atas serangan ini.
“Kami akan membuat lebih terang lagi, sejumlah konsekuensi akan diterima Iran atas serangan ini, dan kita akan bekerjasama dengan Israel,” kata Jake Sullivan.
Pernyataan terbaru Jake Sullivan ini menggambarkan, Amerika Serikat ada dalam posisi yang memang tidak bisa memberi solusi politik.
Washington tegas di posisi memihak dan membela rezim Israel, dalam kondisi apapun. Ini yang menyebabkan konflik Timur Tengah tidak pernah dan tidak bisa berakhir.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova menilai kebijakan global Amerika Serikat di Timur Tengah, khususnya Israel Palestina dan Lebanon telah gagal total.
“Ini kegagalan sempurna pemerintahan Joe Biden di Timur Tengah. Drama berdarah hanya tinggal menunggu waktu,” kata Zakharova.
“Pernyataan Gedung Putih menunjukkan hilangnya harapan menyelesaikan krisis. Upaya Blinken hanya memantik jatuhnya ribuan korban jiwa dan kehancuran,” lanjut Zakharova di kanal Telegramnya.
Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris memiliki kesamaan prinsip yang meneruskan agenda pemerintahan Washington terhadap Israel.
Keduanya menjanjikan dukungan tak terbatas terhadap Israel, dan menyatakan adalah hak Israel untuk membela diri dalam hal apapun.
Kebijakan politik Washington inilah yang menyebabkan konflik melibatkan Israel dengan pihak manapun tak pernah bisa terselesaikan.
Penghancuran dan kejahatan Israel di Gaza, Lebanon, serangan ke Yaman, Suriah, Irak, dan berbagai sasaran lain oleh Israel tak pernah dicegah dan tak terjangkau hukum.
Inilah rangkaian ketidakadilan yang dirasakan berbagai masyarakat dunia, yang perlahan dan pasti semakin menjauhi Amerika Serikat sebagai super power dan pemimpin global.
Reaksi para pemimpin Israel atas serangan Iran juga menggambarkan dampak buruk dan eskalasi konflik kawasan sesudah ini.
Perdana Menteri Benyamin Netanyahu mengatakan Iran telah membuat kesalahan besar dan akan membayar mahal atas serangan tersebut.
Juru bicara militer Israel Daniel Hagari menyebut serangan Iran sebagai eskalasi yang parah dan berbahaya yang akan ditanggapi dengan respons di tempat dan waktu yang dipilih Israel.
Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengatakan Iran belum belajar dari kesalahan. Gallant mengancam mereka yang menyerang negara Israel akan membayar harga mahal.
Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Danny Danon, memperingatkan Iran akan segera merasakan konsekuensi dari tindakan mereka dan respons Israel akan menyakitkan.
Menteri Luar Negeri Israel Katz mengatakan serangan tersebut telah melewati garis merah, dan Israel tidak akan tinggal diam.
Pemimpin oposisi Yair Lapid mengatakan dalam sebuah posting media sosial, Israel kuat dan akan menang.
Menteri Keuangan Israel yang dikenal radikal Bezalel Smotrich mengatakan seperti Gaza, Hizbullah, dan negara Lebanon, Iran akan menyesali momen tersebut.
Mantan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett menyebut serangan Iran sebagai kesempatan terbesar dalam 50 tahun untuk mengubah dinamika Timur Tengah.
Israel semestinya bergerak untuk menghancurkan program nuklir Iran dan fasilitas energi utama negara tersebut.
Dari pernyataan-pernyataan ini, termasuk suara oposisi Israel, jelas tergambar persamaan sikap dan pendapat rezim zionis itu.
Ada gairah besar, semangat tinggi, dan kehendak untuk melanjutkan konflik Israel-Iran lewat jalan peperangan.
Israel memiliki segalanya, sebagai satu-satunya negara di Timur Tengah yang memiliki segala peralatan tempur paling modern yang tersedia di planet ini.
Israel tidak memiliki kekuatan tandingan di Timur Tengah dalam hal supremasi udara. Iran jelas tidak punya kekuatan memadai di sektor udara karena hanya memiliki sejumlah kecil jet-jet tempur lawas.
Bahkan Iran masih mengoperasikan jet tempur F-4 Phantom buatan McDonnel Douglas, pesawat tempur kiriman Amerika semasa rezim Shah Iran.
Jet-jet tempur Iran yang tergolong baru hanya MiG-29 buatan Rusia dan jet tempur F-14 Tomcat dari Amerika.
Sisanya, Iran menggunakan pembom Sukhoi Su-24, dan Su-22 era Soviet. Kekuatan ini jelas tidak sebanding dengan Angkatan Udara Israel yang sangat modern.
Militer Republik Islam Iran secara praktis tidak bisa berkembang karena menerima embargo militer sejak Revolusi Islam tahun 1978.
Namun, Iran memiliki kemampuan hebat mengembangkan peluru kendali jarak dekat, jarak sedang maupun jarak jauh hipersonik.
Iran juga dikenal dan diakui memiliki kualifikasi hebat pengembangan teknologi pesawat nirawak atau drone untuk kepentingan pertempuran.
Negara ini menjadi kekuatan paling diperhitungkan dalam hal produksi drone militer selain Amerika Serikat, China, Turki, dan Israel.
Rusia pun belajar banyak dari kemampuan Iran. Ini terlihat dari medan tempur Ukraina, ketika Rusia mengerahkan drone-drone kamikaze sejenis yang diproduksi Iran.
Apa yang akan terjadi sesudah serangan massal rudal Iran ke Israel tampaknya bisa diduga; akan semakin mencemaskan.
Perang besar di depan mata, bisa menyeret negara-negara di sekitar Israel, dan membawa Timur Tengah ke konflik tanpa akhir.
Sikap Washington yang membela dan membantu Israel tanpa batas, ibarat bom bensin yang ditumpahkan ke nyala api.
Israel akan terlibat dalam sekurangnya lima front konflik sekaligus, yaitu Palestina, Lebanon, Yaman, Suriah, dan tentu saja Iran.
Sementara, negara-negara besar jazirah Arab, kemungkinan akan berdiam diri saja, tak ingin terseret pusaran masalah yang bisa meruntuhkan kekuasaan mereka.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)