Masyarakat Demokratis, Toleran, dan Martabatif
Demokrasi bukan hanya soal pemilu, tetapi juga soal bagaimana kita menghargai proses musyawarah mufakat dan perbedaan pendapat.
Para pendiri republik mengingatkan bahwa "Pancasila harus menjadi roh demokrasi kita." Namun, demokrasi di negeri ini seringkali terjebak dalam kontestasi politik yang mengabaikan prinsip-prinsip musyawarah.
Demokrasi yang Pancasilais adalah demokrasi yang menghargai setiap suara, baik mayoritas maupun minoritas, dan menjunjung tinggi martabat manusia.
Demokrasi konsensual, bukan votingual. Demokrasi majlis, bukan parpol. Demokrasi kemanusiaan dan semesta, bukan parsial.
Selain itu, toleransi harus menjadi ciri utama masyarakat Pancasilais. Di tengah pluralitas agama, suku dan budaya, kita harus merayakan perbedaan, bukan menjadikannya alasan untuk memecah belah.
Sebagai masyarakat Pancasilais, kita harus menegaskan bahwa bhinneka tunggal ika bukan sekadar semboyan, tetapi prinsip hidup yang harus diwujudkan dalam sikap dan tindakan kita sehari-hari.
Membangun Kembali Esensi Pancasila
Sudah saatnya kita merefleksikan apakah benar-benar menjalani hidup sebagai masyarakat berpancasila atau belum. Ia bukan hanya sekadar slogan, tapi menjadi prinsip dasar yang membentuk karakter bangsa kita. Pancasila bukanlah warisan masa lalu yang patut disimpan di museum, tetapi harus menjadi ideologi yang hidup dan terus diperjuangkan di setiap jengkal tanah-air-udara kehidupan kita.
Kata jenderal Soedirman (1946), "jika Pancasila mati di republik kita, maka negara dan tentara rakyat tidak ada." Kini, pertanyaan provokatifnya: apakah membiarkan Pancasila mati perlahan, atau kita bangkit membumikan kembali ideologi ini dalam keseharian kita? Jelas pilihannya bangkitkan, hidupkan dan menangkan oleh kita semua