News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Natal dan Aspek Sosial

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RP Yosafat Ivo Sinaga OFMCap, Pemerhati Kerukunan

Oleh : RP Yosafat Ivo Sinaga OFMCap, Pemerhati Kerukunan

ANJURAN  untuk tidak mengucapkan selamat natal sudah ada beberapa tahun yang lalu. 

Sekitar beberapa yang tahun lalu, saat menjabat sebagai  ketua Majelis Ulama Indonesia Jakarta (MUI), Ma'aruf Amin menegaskan Umat Islam tidak boleh mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani.

Alasan yang dilontarkan ialah karena belum jelas aturannya (Aqidah) dalam Alquran.

Jadi jalan yang paling aman tentu tidak mengucapkan daripada mengucapkan tetapi nantinya salah. 

Bertolak belakang dengan anjuran MUI Jakarta muncul dari MUI London yang menegaskan umat Kristen silahkan merayakan Natal dengan hikmat.

Baca juga: Legislator PKB Minta Pemerintah Matangkan Berbagai Persiapan Hadapi Natal dan Tahun Baru

Maka, bergembiralah karena berkat-Nya yang melimpah untuk kita karena Yesus juga nabi yang sangat penting untuk kami umat Islam. Apakah tahun ini MUI juga akan mengeluarkan fatwa baru mengenai natal? 

Pandangan Tokoh

Cendekiawan Muslim Salahuddin Wahid mengatakan, umat Islam sah-sah saja mengucapkan Natal kepada umat Kristiani.

Pasalnya, tidak ada dasar yang melarang Muslim mengucapkan natal. "Mengucapkan Natal adalah bentuk ungkapan saling menghormati antar pemeluk agama," kata pria yang akrab disapa Gus Sholah itu.

Gus Sholah menambahkan, para ulama yang melarang umat Islam mengucapkan selamat Natal perlu mencari alasan tepat.

Kendati demikian, Gus Sholah tidak menyalahkan para ulama itu.

Menurutnya, ulama memiliki dasar pendapat sendiri. Gus Sholah hanya meminta agar para ulama memikirkan dampak sosial dari ucapannya.

Pasalnya, ucapan mereka berdampak luas.

"Sekaitan dengan aspek sosial, tidak pernah melarang Muslim mengucapkan Natal. Saya sendiri juga mengucapkan Natal," pungkasnya.  (tribunnews.com 20 Desember 2012).

Setelah menjabat sebagai Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan hukum mengucapkan selamat Hari Natal merupakan masalah perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Ma'ruf mengimbau masyarakat agar tidak menjadikan hal itu polemik dan ia mengembalikannya ke individu masing-masing. tidak perlu ditajam-tajamkan, kembali saja ke masing-masing. Mau mengucapkan, mau tidak, nggak masalah (Detik.News 28 Nopember 2019).

Selain itu beberapa tokoh muslim yang mengatakan, “Jangan mengucapkan Natal kepada orang Kristiani.” Namun statement itu tidak sejalan dengan tokoh lain yang mengatakan boleh. Jadi mana yang benar?

MUI Kembali telah mengeluarkan fatwa haram bagi muslim menggunakan atribut Natal. Seperti diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat telah mengeluarkan Fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang larangan penggunaan atribut suatu agama oleh umat Islam pada tanggal 2016.

Kita Kristen tidak risau bahkan tidak mempersoalkan fatwa MUI itu. Kita menghormati keputusan mereka.

Baca juga: Cara Bisa Libur Long Weekend di Natal 2024, Ini Tipsnya 

Seperti dikatakan oleh mantan Kepala Humas Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jeirry Sumampow kita menghormati keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa larangan menggunakan atribut Natal.

“Itu otoritas dan urusan mereka. Kita nggak bisa bilang apa-apa dan nggak bisa ikut campur dengan fatwa mereka," katanya.

Ia melanjutkan, pihaknya tidak bisa berkomentar banyak mengenai fatwa yang dikeluarkan MUI.

Menurutnya, setiap agama memiliki cara berpandangan sendiri-sendiri. 

Gus Dur pernah menulis indah di Suara Pembaharuan.

Artikel itu berjudul “Harlah, Natal, dan Maulid”. Dalam tulisan tersebut, dia memberikan impresi pentingnya memahami ajaran kelompok lain dengan maksud mencari persamaan.  

Menurutnya, dengan memahami seluk beluk Natal, umat Kristen maupun muslim bisa dengan leluasa merayakan tanpa perlu kuatir tergerus keimanannya.

Bahkan, yang justru akan terjadi adalah keduanya mendapatkan kesempatan besar memperkuat iman masing-masing sembari tetap bergandengan.

Pelajaran berharga yang diwariskan Gus Dur bagi bangsa ini adalah; pentingnya keberanian mengelola perbedaan, bahkan dalam aspek teologi sekalipun.

Oleh Gus Dur, keragaman didekati dan diolah demi merawat kemajemukan bangsa. Di saat yang sama, kekuatan intoleran di negeri ini terus bekerja tanpa henti, menjadikan perbedaan sebagai justifikasi untuk mempersekusi. (Suara Sosmed, Natal dan Spirit Gus Dur Oleh Aan Anshori)

Natal dan Aspek Sosial

Di tingkatan sosial sudah nyata terjadi relasi lintas agama. Misalnya dalam ruang lingkup kerja.

Sekian tahun orang beda agama telah menyatu dalam suasana pekerjaan dan relasi itu sudah terbangun.

Bagi mereka mengungkapkan selamat Natal adalah hak azasi yang sungguh bermakna.

Dalam kontkeks perkawinan juga kerap terjadi nikah beda Agama. Tentu bagi kedua suami-isteri ini dan juga keluarga asalnya yang berbeda agama mengucapkan selamat Natal adalah hal yang lumrah.

Belum lagi dalam lingkungan masyarakat yang sudah campur sari antara pemeluk agama. Mengapa harus dibatasi dan dikekang dengan palarangan yang bisa membuat relasi yang sudah terbangun bertahun bisa renggang kembali. 

Karena itu saling mengucapkan dan mengunjungi pada perayaan besar keagamaan sudah meruapakan tradisi biasa. Jika dilihat dari substansi dan esensi sosial,

Perayaan Natal dan Hari Raya Muslim seperti Idul Fitri ataupun Idul Adha mempunyai muatan yang sama yakni damai dan kasih antar sesama walau bentuk dan caranya berbeda.

Tujuan yang sama inilah menjadi sarana penyatuan umat yang berbeda dalam tingkatan sosial. Karena itu tidak ada salahnya bisa yang berbeda itu saling memberi ucapan selamat. (Muhammad Fathurrohman dalam tulisan pluralis dan multikulturalis). 

Maka, kita sebagai Kristiani jangan bereaksi berlebihan apabila mendengar, membaca dan melihat spanduk ungkapan haram mengucapkan selamat Natal.

Penghayatan suatu perayaan dan ajaran agama sekali pun bukanlah ditentukan oleh banyak orang mengucapkan dan merayakan tetapi lebih pada “perayaan hati.”

Biarlah riak-riak kecil itu menambah penghayatan iman dan menambah keagungan dan kekusukan merayakan kelahiran Yesus Kristus.

Ingatlah Yesus bukan lahir dalam perayaan tetapi dalam hati, dalam diri dan dalam hidup. Dan Ia yang lahir di kandang domba berharap agar perayaan kelahiran-Nya dirayakan secara sederhana sembari berbuat sesuatu bagi orang miskin, hina dan papa.

Selamat mempersiapkan hati merayakan Natal. Salam kasih dan damai sejahtera.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini