Laporan Wartawan Tribun Jateng, Ponco Wiyono
TRIBUNNEWS.COM, KENDAL - Seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kendal bernama Siti Inayatus Solikhah (21), disiksa majikannya di Taiwan gara-gara Siti kurang komunikatif.
Berulangkali si majikan berbicara kepada Siti, namun Siti sering geleng kepala dan menjawab sedikit kata.
Kondisi kurangnya berbahasa atau keterbatasan komunikasi karena beda bahasa tersebut sering menjadi penghambat hubungan baik, antara asisten rumah tangga (TKW) dengan si majikan atau pengguna jasanya.
Kabis Trasmigrasi, Pelatihan, dan Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Kabupaten Kendal, Supardi, mengungkapkan jika selama ini tenaga kerja yang dikirim keluar negeri kerap abai terhadap hal-hal yang dipelajari di penampungan.
Padahal, semua hak dan kewajiban mereka terlampir dalam Pembekalan Akhir Pemberangkatan tersebut, sehingga TKW bisa menjalankan pekerjaan mereka dengan aman.
Adalah Siti warga Desa Korowelang Anyar Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal Jateng yang baru 4 bulan bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di kota Taichung Taiwan, terbukti dianiaya oleh sang majikan.
Siti yang merekam penganiayaan tersebut pada 19 Oktober 2015, mengirimkan video rekaman kepada saudaranya, untuk kemudian diunggah di Youtube.
"Korban dicubit dan dibekap mulutnya. Informasi yang kami terima, Siti kurang komunikatif sehingga majikan marah," kata Supardi, Rabu (21/10/2015).
Kasus tersebut kini sudah ditangani polisi setempat.
Demikian halnya dengan PJTKI yang mengirimkan Siti, PT Dewi Pengayom Bangsa dari Pegandon, yang bekerja sama dengan penyalur asal Taiwan, Man Strong.
Mereka akan membantu proses hukum kasus Siti tersebut.
"Orangtua Siti dan kepala desa Korowelang Anyar akan kami temukan dengan pihak PJTKI, Kamis (22/10/2015) untuk mediasi.
Harapan orangtuanya adalah agar siti segera dipulangkan," sambung Supardi.
Supardi mengakui, para TKW memiliki keterbatasan Sumber Daya Manusia sehingga agak kesulitan beradaptasi di tempat kerja.
Bahkan menurutnya, TKW yang sudah berulang kali bekerja ke luar negeri pun memiliki masalah serupa, yakni abai terhadap PAP.
"Bisa jadi mereka minder, sehingga kadang-kadang diajak bicara tidak nyambung," kata Supardi lagi.
Masalah keterbatasan SDM ini diakui Supardi tidak mudah untuk dituntaskan.
Niat masyarakat Kendal untuk menjadi TKW cukup besar, namun tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas SDM.
Supardi pun tidak bisa menolak, jika eks TKW yang bermasalah ingin berangkat lagi.
"Ada Pasal 27 UUD 1945, yang memuat tentang hak untuk bekerja bagi semua orang. Jika sudah begini, BP3-lah yang berhak memutuskan apakah seseorang bisa berangkat ke luar negeri menjadi TKI/TKW atau tidak," tegasnya.
Lihat video di atas. (*)